Kota Malang, SERU – Berbagai upaya dilakukan Perumda Tugu Tirta dan Pemkot Malang. Diantaranya pengajuan bantuan penggantian pipa jaringan air baru kepada Kementerian PUPR, yang ditaksir mencapai Rp 35 miliar. Sembari menunggu, Tugu Tirta mengupayakan rekayasa jaringan dan pengiriman mobil tangki portabel.
“Dari 26 ribu SR (Sambungan Rumah), sekitar 10 ribu kita upayakan dari hasil rekayasa jaringan, sisanya kita upayakan dengan mobil tangki portabel. Kita akan fungsikan tandon Wonokoyo bekas hipam, untuk kita isi air dari tangki, agar bisa didistribusikan ke daerah sekitar melalui jaringan pipa eksisting,” tutur Muhlas.
Terkait penggantian pipa baru, nantinya kemampuan kapasitas tekanannya akan lebih tinggi yakni 20 PN (Pressure Nomina). “Saya sampaikan untuk mencoba sekali lagi pembenahan itu sambil menunggu pertemuan dengan Kementerian PU. Kita nanti akan buat jaringan baru dengan kapasitas sampai 20 PN. Dan dipastikan mampu bertahan hingga 50 tahun,” jelasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, buntut jebolnya beberapa pipa air milik PDAM atau Perumda Tugu Tirta Kota Malang, mengakibatkan gangguan layanan air bersih. Tak hanya sekali, namun terjadi beberapa kali dengan tempat dan waktu berbeda.
Terakhir, dan masuk kategori paling parah, terjadi kebocoran jaringan pipa, atau tepatnya pipa pecah, di Desa Pulungdowo, Kecamatan Tumpang Kabupaten Malang, Senin (13/1/2020) sejak sore. Bahkan, kembali pecah hanya selisih dari 50 meter dari tempat sebelumnya, Rabu (15/1/2020). Praktis, masyarakat sekitar tak bisa mendapatkan akses air dengan layak dan teratur.
Ditenggarai, pecahnya pipa tersebut lantaran besarnya tekanan air yang melebihi daya kekuatan pipa bantuan oleh Kementerian PUPR pada 2016 lalu. Yang seharusnya 10 PN, namun diberikan 12 PN. Hingga berdampak pada 26 ribu SR / pelanggan PDAM di sejumlah wilayah di Kota Malang, seperti Kedungkandang, Bumiayu, Buring, dan Sawojajar.
Melalui medsos FB, WAG, dan medsos lainnya, hal ini dikeluhkan para pelanggan yang mengaku merasa dirugikan. Merespon hal ini, Dirut Perumda Tugu Tirta Kota Malang, M Noor Muhlas menyampaikan, bahwa pendapat kalau telat bayar didenda dan air mati tetap bayar, itu salah.
“Yang dibayar itu air yang dipakai saja, yang tidak tercatat pemakaian tidak bayar. Apalagi kita mengirim air bersih ke warga secara gratis, pelanggan PDAM Kota Malang tidak perlu membayar. Kami yang mengeluarkan biaya banyak untuk bensin dan bayar supir. Termasuk air yang seharusnya bisa kita catat sebagai pemasukan dan lainnya. Lalu mana yang merugikan pelanggan itu….?” seru Muhlas.
Menurut Muhlas, tak perlu mencari siapa yang salah dan benar, selain percuma tak menyelesaikan masalah. Karena kejadian ini adalah musibah. Yang dibutuhkan adalah upaya dan solusi agar pelanggan segera mendapatkan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari. “Tak perlu menyalahkan siapa pun. Karena saya akan bertanggung jawab,” tegasnya.
Merespon pernyataan ini, sekaligus pernyataan sebagai warga berdampak, Reza BS, salah satu pelanggan yang mengaku tinggal di BTU blok GA 34, angkat bicara di salah satu WAG yang beranggotakan beberapa pejabat terkait. “Kami paham betul tagihan yang kami bayar itu sejumlah air yang kami pakai. Kerugian yang kami maksud disini, tidak sedikit dari kami pekerjaan/usaha rumahan kami yang mengandalkan aliran air ini. Kami tidak bisa bekerja, mendapat pemasukan yang mana satu2nya pemasukan dari usaha ini,” tulis Reza.
Untuk itu, Reza mencoba mengetuk empati siapapun. Pasalnya manusia pada dasarnya sangat mudah untuk berucap tanpa tau dan merasakan kondisi sesungguhnya. “Jika tidak mampu untuk bersama-sama merasakan derita kami, atau membantu meringankan beban kami. Setidaknya jaga perasaan hati kami dengan menjaga perkataan dan tidak berucap tanpa didasari pengetahuan bapak ibu yang lebih tentang kondisi kami,” imbuh Reza. (rhd)