Untuk menari, tenaga pengajarnya hanya dirinya dan kakaknya saja. Sejauh ini ada 200 murid dari berbagai daerah di Kabupaten Malang. Bahkan dirinya tidak menarik biaya untuk mengajar mereka.
“Gurunya saya sendiri dan kakak saya, saya tidak mengambil orang luar. Makanya itu kalau kami sendiri yang melakukan dan kami tidak ada beban, emang upaya kita upaya pelestarian. Mengenalkan kembali kesenian Topeng itu agar tidak mati,” imbuhnya.
Lelaki ramah tersebut juga menjelaskan, sudah ada program pembelajaran wisata budaya sehingga Sangar Padepokan Seni Asmoro Bangun itu kerap jadi tujuan wisatawan dari berbagai daerah, bahkan manca negara.
“Yang datang ke kami itu tidak hanya orang lokal, tetapi orang-orang luar negeri pun juga banyak. Ada banyak seperti Thailand, Amerika dan banyak lagi. Mereka memang ada yang pesan memang nonton pertunjukan Wayang Topeng. Atau mereka yang datang hanya sekedar untuk belajar memahat, gamelan dan menari,” kata Handoyo.
- 35 Siswa Dinyatakan Lulus Program Vokasi TJSL PLN Bersama Skariga
- Indosat dan GoTo Kolaborasi Luncurkan Sahabat-AI Berkekuatan 70 Miliar Parameter
- Pertamina Salurkan 1,5 Juta Tabung LPG di Jawa Timur Jelang Iduladha
Untuk topeng, juga mempunyai cerita yang tak kalah elok dari padepokan tersebut. Handoyo mengatakan kalau Topeng Malangan itu sudah ada sejak 1760, era Kerajaan Kanjuruhan, masa kepemimpinan Prabu Gajayana. Topeng digunakan untuk media pemanggilan roh arwah leluhur, kemudian di masa Kerajaan Majapahit topeng difungsikan menjadi dua, untuk pemanggilan roh dan digunakan manusia.
“Topeng ini dipakai media untuk pemanggilan roh nenek moyang, topeng dulu terbuat dari emas bukan terbuat dari kayu. Kemudian topeng ini ditempelkan kepada boneka bukan kepada manusia, boneka itu terbuat dari rangkaian bunga. Sehingga dibentuk seperti orang, tapi tidak besar, besarnya hanya sebagaimana tangan kecil gitu,” tandasnya.
Menurut Handoyo, dulu harga topeng mahal karena terbuat dari emas. Jika dibarter, satu buah topeng mendapat satu ekor sapi, sehingga kerap kali diambil orang. Hal tersebut membuat kakek Handoyo berfikir untuk meminjam topeng ke kelompok lainnya, untuk mencontoh dan bisa berkembang seperti sekarang ini.