Teringat jargon Presiden Soekarno tentang ‘Jasmerah’ atau ‘Jangan Melupakan Sejarah’ membuat saya merenung. Memang tidak pernah ada yang baru di dunia ini, semuanya berulang. Sehingga tidak perlulah terkejut dengan perkembangan jaman, gegar budaya, dan keterpurukan sosial yang terjadi. Mungkin bedanya ‘hanya’ lebih cepat, lebih luas dampaknya, dan lebih banyak yang merasakan.
Jika yang terulang adalah hal yang baik, hal ini tidak menjadi masalah. Namun jika hal buruk yang terjadi, sebenarnya hal tersebut dapat kita cegah. Kita memang dapat berkilah ‘itu takdir Tuhan.’ Maaf, tapi Tuhan juga ingin kita berusaha, bukan diam saja dengan semua yang terjadi.
Siapa tahu dengan melihat kesungguhan kita, Tuhan akan melewatkan hal buruk tersebut dari hadapan kita. Bisa juga kita berkilah ‘Mari kita maafkan dan lupakan.’ menurut saya, maaf dan lupa itu dua konteks yang berbeda. Saya maafkan perbuatan burukmu yang lalu, tapi saya tidak akan lupa kau telah berbuat buruk padaku. Pendendam? Tidak! Saya akan berlaku sama, tapi setiap langkah ke depan saya jadi lebih berhati-hati.
Cara menghindari hal yang buruk adalah dengan mempelajari sejarah. Kita memang tidak hidup pada jaman tersebut, karena itu pencarian informasi harus terus dilakukan. Lewat internet, buku, film dokumenter, kipling, sumber terpercaya, bangunan, monumen, dan lain sebagainya. Pelajari mengapa hal tersebut terjadi, proses dan dampaknya pada jaman itu, kaitkan dengan bila hal tersebut terjadi pada masa kini.
Bagi kita yang hidup di masa kini, catat dan rekam semua kejadian penting, dan pastikan hal-hal tersebut dapat diakses dengan mudah di kemudian hari. Gunanya bisa untuk kita, atau orang lain yang kelak akan mengambil manfaatnya.
Satu catatan dari saya, perlunya menanamkan pada siswa sekolah dasar untuk menyukai sejarah Indonesia. Sedih rasanya melihat mereka harus mengingat waktu dan tempat bersejarah, tanpa tahu esensinya apa. Bangsa yang besar, adalah bangsa yang menghargai sejarahnya.
“The question is whether we will learn from the lessons of the past,?or repeat the mistakes of those who came before us.” (*)