Blitar, SERU.co.id – Pasca dilantik sebagai Wakil Bupati Blitar, Rahmad Santoso tinggal di Pendopo Ronggo Hadi Negoro (RHN) yang sebelumnya digunakan sebagai rumah dinas bupati periode sebelumnya. Sedangkan Bupati Blitar, Rini Syarifah tinggal di kediaman pribadinya di Jalan Rinjani Kota Blitar yang letaknya berdekatan dengan Pendopo RHN.
Hal ini mendapat tanggapan pro dan kontra dari masyarkat. Puncaknya, Senin (19/4/2021) dua kelompok massa menggeruduk Pendopo RHN di Jalan Semeru Kota Blitar tersebut. Mereka adalah Pemuda Pancasila Kota Blitar, massa pro Wakil Bupati Blitar Rahmad Santoso tinggal di Pendopo RHN. Dan massa Gerakan Pembaharuan Indonesia (GPI) yang kontra.
Namun, massa GPI gagal menggelar aksi. Mereka diminta mengurungkan aksi unjuk rasa karena di tempat yang sama ada massa dari Pemuda Pancasila Kota Blitar yang juga datang ke Pendopo RHN.
Ketua Gerakan Pembaharuan Indonesia (GPI), Joko Prasetya mengatakan, aksi ini dilakukan untuk meminta ketegasan Pemkab Blitar, terkait fasilitas rumah jabatan bagi Bupati dan Wakil Bupati Blitar. Sesuai undang-undang nomer 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah, disebutkan kepala daerah masing-masing mendapatkan rumah dinas.
“Kita ingin menyampaikan ke Pemkab Blitar, bahwa fasilitas yang diberikan kepada pejabat daerah dilakukan secara layak. Anggaran Rumdin Bupati dan Wabup Blitar sudah ada, tapi kenapa tidak dilaksanakan dengan tegas sesuai protokoler yang berlaku,” kata Joko Prasetyo.

Lebih lanjut Joko menyampaikan, apalagi Wabub Blitar Rahmad Santoso pernah bercerita jika selama tinggal di Pendopo RHN ia hanya tidur di kursi.
“Kita tidak terima punya pejabat yang tidak diperlakukan selayaknya. Kalau sifatnya protokoler harus tegas. Jangan sampai ini kacau jalannya pemerintahan ini,” tandasnya.
Joko menambahkan, mengenai adanya aksi tandingan di Pendopo RHN, pihaknya menyayangkan kenapa ada pihak lain yang berusaha membenturkan.
“Padahal kami mendesak Pemkab Blitar agar menerapkan aturan yang ada, serta membantu kepala daerah yang katanya Wabup tidur di kursi di Pendopo RHN. Justru kami malah membantu kepala daerah, agar diperlakukan sesuai aturan yang ada,” imbuhnya.
Sementara Wakil Bupati Blitar, Rahmat Santoso menyebut, kalau tuntutan Gerakan Pembaharuan Indonesia (GPI) tidak ada dasarnya Wabub tidak boleh tinggal di Pendopo RHN.
“Apa dasar hukumnya atau aturannya, saya tidak boleh tinggal di Pendopo RHN. Toh, Mbak Rini (Bupati Blitar, Rini Syarifah) mengijinkan saya tinggal di pendopo,” jelas Rahmat Santoso.
Lebih lanjut Wabub Blitar yang juga menjabat Ketua MPO MPC Pemuda Pancasila Surabaya ini menegaskan, terkait kehadiran ratusan massa dari Pemuda Pancasila (PP) di Pendopo RHN, Rahmat mengakui, itu merupakan aksi spontanitas dari keluarga besar PP.
“Karena setelah mendengar saya sebagai keluarga PP dipaksa keluar dari pendopo, massa PP menggelar aksi spontanitas. Kan jelas kata-katanya, bisa diartikan mengusir saya dari pendopo. Maka untuk menjaga agar kondisi tetap kondusif, keluarga PP hadir bukan untuk menghadang atau tandingan apalagi sampai menbuat kericuhan,” pungkas Wabub Blitar.
Gagal menggelar aksi di Pendopo Ronggo Hadi Negoro (RHN), massa GPI akhirnya bergerak ke Kantor DPRD Kabupaten Blitar di Kanigoro. Namun tidak satupun anggota dewan yang datang ke kantor dewan. Massa sempat berorasi dan membentangkan poster berisi penolakan Wabup Blitar tinggal di Pendopo RHN. Seperti ‘Pendopo RHN Sedang Tidak Baik-Baik Saja, dan ‘Wabup Blitar Ngekost di Pendopo RHN, Pemkab Blitar Darurat Anggaran’. (fjr/mzm)