Malang, SERU.co.id – Akibat pandemi, pengukuhan profesor atau guru besar Universitas Brawijaya (UB) dilaksanakan pada akhir tahun 2019. Kali ini, meski di tengah pandemi, UB kembali mengukuhkan tiga profesor atau guru besar baru sekaligus, di Gedung Widyaloka UB, Kota Malang, Rabu (24/6/2020).
Tentunya, kampus inisiator Kampung Tangguh ini juga memperketat protokol pencegahan Covid-19 dalam pengukuhan tersebut dengan membatasi para undangan yang hadir. Agar bisa merasakan ceremonial tersebut, prosesi pengukuhan disiarkan live streaming lewat channel YouTube UB TV.

Ketiga profesor tersebut di antaranya, pertama, Prof Ir Arifin Noor Sugiharto MSc, PhD, sebagai guru besar bidang Bioteknologi Pertanian, sekaligus profesor aktif ke-42 di Fakultas Pertanian (FP), profesor aktif ke-183 di UB, dan profesor ke-260 yang telah dikukuhkan UB. Kedua, Prof Dr Mohamad Khusaini, SE, MSi, MA sebagai guru besar bidang Keuangan Daerah, sekaligus profesor aktif ke-24 di Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), profesor aktif ke-184 di UB, dan profesor ke-261 yang telah dikukuhkan UB.
Dan terakhir atau ketiga, Prof Dian Handayani, SKM, MKes, PhD sebagai guru besar bidang Ilmu Gizi, sekaligus profesor aktif ke-11 di Fakultas Kedokteran (FK) dan Bisnis (FEB), profesor aktif ke-185 di UB, dan profesor ke-262 yang telah dikukuhkan UB.
Prof Arifin Noor dalam paparan berjudul ‘Mutasi Buatan dalam Pengkayaan Karakter Esensial dan Unik untuk Pengembangan Varietas Jagung Unggul’, membeberkan peningkatan dan nilai fungsional tanaman jagung menjadi isu strategis yang menarik dikaji mendalam. Disebutkannya, Indonesia berada di urutan 10 dunia dan tertinggi di ASEAN sebagai produsen jagung.
Guru besar bidang Bioteknologi Pertanian tersebut menilai, bioteknologi sangat relevan diimplementasikan dalam perakitan varietas karena tidak membutuhkan waktu lama, variasi gen yang menjadi pilihan modifikasi relatif lebih banyak, dan terjadinya perubahan gen secara fundamental lebih mudah diprediksi.
“Pengembangan varietas jagung unggul yang futuristik (unik dan esensial) menjadi titik perhatian penting dalam riset mutakhir. Bersama MRC UB, kami memilih induksi mutasi sebagai varietas yang futuristik, yang kemudian menghasilkan jagung super root corn, super blue corn, lethal pink, dan candy sweet corn,” jelas Prof Arifin Noor.
Sementara itu, Prof Khusaini mengusung ‘Konvergensi Kebijakan Fiskal dalam Pengelolaan Keuangan Daerah’, menjelaskan salah satu konsekuensi otonomi daerah adalah desentralisasi fiskal, yaitu pelimpahan kewenangan pengelolaan keuangan daerah dari pemerintahan yang lebih tinggi kepada pemerintahan yang lebih rendah.
“Kebijakan desentralisasi fiskal diharapkan dapat meningkatkan pelayanan publik, alokasi barang dan jasa publik semakin efisien. Karena pemerintah daerah mempunyai informasi yang lebih baik tentang masyarakatnya, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” beber Wakil Dekan Kemahasiswaan FEB UB itu
Menurut konsultan perencanaan dan keuangan itu, desentralisasi fiskal telah menyebabkan pergeseran dalam paradigma pembangunan di Indonesia. Model pembangunan Malang Raya, Gerbangkertosusila, Jabodetabek, dan lainnya akan menjadi model pembangunan yang baik di era desentralisasi fiskal. “Tentunya dibutuhkan peran penting dari level pemerintahan yang lebih tinggi sebagai koordinator pembangunan lintas wilayah, yakni Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat,” papar Prof Khusaini.
Sedangkan, Prof Dian Handayani mempresentasikan ‘Peran Asupan Gizi dalam Menjawab Tantangan Penurunan Prevalensi Obesitas’, menyebut asupan gizi merupakan implementasi Ilmu Gizi yang menjadi dasar penyelesaian masalah kesehatan oleh tenaga gizi, sesuai kualifikasi undang-undang tenaga kesehatan Indonesia. “Salah satu problem kesehatan di Indonsesia adalah triple burden malnutrition, yang meliputi kelebihan gizi (kegemukan obesitas), kekurangan gizi (wasting-stunting) dan kekurangan zat gizi mikro,” ungkapnya.
Menurut dosen ilmu gizi ini, obesitas merupakan masalah kesehatan kronik di Indonesia yang prevalensinya terus meningkat. Intervensi obesitas dapat dilakukan melalui aspek farmakologi dan non farmakologi. “Untuk itu, diperlukan Intervensi pada asupan gizi obesitas, yakni pengaturan energi-zat gizi dan edukasi gizi. Pengaturan energi-zat gizi pada obesitas perlu diikuti dengan pemilihan bahan pangan yang dapat memberikan manfaat terhadap penurunan derajat obesitas,” tutur wanita kelahiran Malang, 2 April 1974 ini. (rhd)