Malang, SERU.co.id – Penutupan kawasan pembangunan Kayutangan Heritage Kota Malang menuai kontroversi. Minimnya komunikasi dan koordinasi antara Pemkot Malang dan pelaksana proyek dari Kementerian PUPR RI ini, menyebabkan sosialisasi kepada masyarakat juga terkendala.
Tak hanya terkait kemacetan, namun juga hak mendapatkan penghidupan juga dikeluhkan oleh masyarakat Malang Raya. Khususnya warga Kota Malang yang menyandarkan mata pencaharian di kawasan Kayutangan.
“Kalau ditutup total, ya ga ada pendapatan buat keluarga. Terus siapa yang nanggung, kalau ga ada kompensasi. Apalagi ini ga ada sosialisasi. Jadi kami bingung mau sambat,” ungkap Ulfa, salah satu warga setempat.
Seyogyanya, Pemkot Malang turut memikirkan dampaknya. Terutama bagi warga setempat yang terimbas proyek yang disebut-sebut bantuan dari pusat tersebut. Yang notabene merupakan kelanjutan pengajuan dari Pemkot Malang.
“Pemerintah memang punya hak pembangunan. Tapi mbok yao, nuwun sewu gitu lho. Ojo sak enake dewe nang wargane. (Tapi semestinya permisi dulu begitu. Tidak seenaknya kepada warga, red),” timpal wanita koordinator parkir di kawasan Kayutangan ini.
Menurutnya, pengerjaan proyek tersebut sebaiknya dilaksanakan pada malam hari. Dengan pembatasan aktifitas warga hingga jam 20.00 WIB. Sehingga aktifitas warga tak terganggu, proyek berjalan lancar.
Sementara itu, anggota Fraksi PKB DPRD Kota Malang, Arief Wahyudi mengatakan, fraksi PKB telah menyampaikan pandangan umumnya terkait Kayutangan Heritage saat paripurna kemarin, Senin (9/11/2020) siang. Namun pihak Pemkot Malang belum memberikan jawaban.
“Malamnya, kami mendapatkan keluhan bahwa pembangunan itu tak ada sosialisasi kepada warga setempat. Hingga masyarakat terdampak secara ekonomi karena akses ditutup selama 1,5 bulan. Lalu bagaimana nasib mereka?” ucap Sekretaris Komisi B DPRD Kota Malang ini, Selasa (10/11/2020).
Arief menambahkan, jika selebaran terkait pembangunan yang diletakkan/ditempelkan di titik tertentu merupakan cara yang kurang tepat dan terkesan Pemkot Malang otoriter. Seharusnya proses demokrasi dijalankan dengan mengundang perwakilan warga terkait sosialisasi dan solusi umpan balik.
“Laporan Ketua RT/RW dan tokoh masyarakat tidak ada sosialisasi sebelumnya. Mereka tahunya malah dari medsos. Ini kesalahan fatal. Masyarakat bisa jadi bergejolak kalau ada tidak solusi,” tegas anggota dewan dari dapil Klojen ini.
Disebutkannya, warga setempat tak menolak pembangunan Kayutangan Heritage. Hanya saja menyayangkan proses pembangunan yang kurang termanajemen. Sehingga menyebabkan kesemrawutan. Tak hanya bagi warga setempat, namun juga warga Malang Raya yang menggunakan jalan tersebut.
“Lihat dampak kemacetannya sepanjang itu. Ada yang salah dalam manajemen proses pembangunannya. Proyek jembatan Kedungkandang di pinggiran belum selesai, ditambah pembangunan di poros kota. Terus lewat mana?” tanya Arief.
Arief menyarankan, seharusnya proses pembangunan dilakukan bertahap. Sehingga tidak melumpuhkan semua poros. Misal satu poros dikerjakan, poros lainnya bisa digunakan sebagai akses.
Rencananya, pihaknya akan turun ke bawah mencari informasi dari pihak-pihak terkait, khususnya perwakilan warga Kayutangan. Untuk diusung dan dikomunikasikan melalui DPRD Kota Malang kepada Pemkot Malang.
“Saya akan sampaikan ke Fraksi dan Komisi B DPRD Kota Malang. Jika tidak ada tindak lanjut, maka jangan salahkan Arief Wahyudi sebagai Wakil Rakyat Kota Malang yang akan bersurat,” tandas warga Bareng Tenes ini. (rhd)