Walikota Tasikmalaya Ditahan KPK

Walikota Tasikmalaya Budi Budiman Ditahan KPK
Walikota Tasikmalaya Budi Budiman. (ist)

Jakarta, SERU.co.id – Walikota Tasikmalaya Budi Budiman resmi ditahan di Rutan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat (23/10/2020). KPK telah menetapkan Budi sebagai tersangka kasus suap Dana Alokasi Khusus (DAK) Kota Tasikmalaya pada Tahun Anggaran 2018.

Menurut Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, Walikota Tasikmalaya Budi ditahan mulai Jumat (23/10/2020) hingga 11 November 2020 mendatang. Budi ditempatkan di Rutan KPK di Gedung ACLC KPK. Ia juga akan menjalani isolasi mandiri selama 14 hari di dalam rutan untuk mengantisipasi penyebaran covid-19.

“KPK melakukan penahanan tersangka BBD selama 20 hari terhitung sejak tanggal 23 Oktober 2020 sampai dengan 11 November 2020 di Rutan KPK Cabang Gedung ACLC KPK Kavling C1,” kata Ghufron.

Kasus yang membelit Budi ini merupakan pengembangan dari kasus dugaan suap terkait usulan dana perimbangan keuangan daerah dalam RAPBN Perubahan Tahun Anggaran 2018. Pada Mei 2019 lalu, KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) dengan mengamankan barang bukti uang sebesar Rp 400 juta dan 6 orang tersangka.

Budi Budiman bertemu dengan salah satu tersangka OTT, Yaya Purnomo pada 2017 untuk membahas alokasi DAK Kota Tasikmalaya Tahun 2018. Yaya menawarkan bantuan pengurusan alokasi DAK. Budi pun memberikan sejumlah uang jika Yaya membantunya.

Keduanya kemudian bertemu lagi untuk membuat kesepakatan. KPK menduga Budi memberikan uang senilai Rp 200 juta kepada Yaya di bulan Agustus 2017. Selang beberapa bulan kemudian, Budi kembali memberikan uang sejumlah Rp 300 juta di bulan Desember 2017.

“Berikutnya, sekitar April tahun 2018, tersangka Walikota Tasikmalaya Budi Budiman, lagi-lagi memberikan uang lagi kepada Yaya Purnomo sebesar Rp200 juta. Kemungkinan uang itu masih soal pengurusan DAK Kota Tasikmalaya untuk TA 2018,” papar Deputi Penindakan KPK, Karyoto.

Budi Budiman dijerat dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a/huruf b, atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31./1999. Hal ini sebagaimana Undang-Undang Nomor 20 /2001 mengenai Pemberantasan Tipikor (Tindak Pidana Korupsi), juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. (hma/rhd)

disclaimer

Pos terkait