Jakarta, SERU.co.id – Bukalapak, salah satu pionir e-commerce Indonesia, membuat keputusan besar dan mengejutkan pasar. Perusahaan mengumumkan akan menghentikan penjualan produk fisik mulai 9 Februari 2025. Langkah ini diambil di tengah semakin ketatnya persaingan di industri e-commerce domestik, yang kini didominasi oleh raksasa global seperti TikTok Shop dan Shopee.
Dalam pernyataan resminya, PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) menyebut, langkah ini sebagai bagian dari transformasi bisnis untuk fokus pada produk virtual. Seperti pulsa, token listrik, pembayaran BPJS, hingga pajak PBB.
“Kami sepenuhnya memahami bahwa perubahan ini akan berdampak pada usaha pelapak. Kami berkomitmen membuat proses transisi ini berjalan sebaik mungkin,” seru manajemen Bukalapak di blog resmi perusahaan, Selasa (7/1/2025).
Dalam transisi ini, Bukalapak menginformasikan sejumlah tanggal penting bagi pengguna:
- 1 Februari 2025: Penonaktifan fitur unggah produk baru.
- 9 Februari 2025: Tanggal terakhir pembeli dapat memesan produk fisik seperti elektronik, fashion dan aksesori rumah.
- 2 Maret 2025: Pesanan yang belum diproses akan dibatalkan otomatis. Dana dikembalikan melalui BukaDompet.
Bukalapak memastikan, layanan produk virtual seperti pulsa, paket data, pembayaran angsuran dan token listrik akan tetap tersedia.
Menurut Muhammad Farras Farhan, analis dari Samuel Sekuritas, keputusan Bukalapak untuk menghentikan penjualan barang fisik bukanlah strategi terencana. Melainkan langkah darurat untuk bertahan hidup di tengah tekanan pasar.
“Bukalapak kini sedang menghadapi restrukturisasi besar-besaran. Mereka berusaha mengurangi kerugian dan beralih ke segmen bisnis yang lebih stabil,” ujar Farhan.
Langkah ini tidak sepenuhnya diterima pasar dengan baik. Saham Bukalapak anjlok 7,4 persen di Bursa Efek Indonesia setelah pengumuman tersebut. Sejak IPO pada 2021, saham Bukalapak telah merosot hingga 86 persen, dengan kapitalisasi pasar saat ini hanya sekitar US$750 juta.
“Pendapatan Bukalapak pada kuartal ketiga hingga September 2024 juga mengalami penurunan 15% persen. Ini memperkuat anggapan Bukalapak sedang berjuang untuk tetap relevan di tengah gempuran kompetitor,” ungkapnya.
Sebagai salah satu unicorn Indonesia yang pernah menjadi kebanggaan nasional, transformasi Bukalapak menunjukkan tantangan di sektor e-commerce bukan hanya soal teknologi. Namun juga kemampuan beradaptasi dengan dinamika pasar. (aan/mzm)