Malang, SERU.co.id – Tim dosen dan mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Brawijaya (UB) Malang menyampaikan diseminasi hasil penelitian tentang strategi kemitraan untuk hilirisasi. Penelitian dilakukan di tiga daerah hilirisasi smelter, di antaranya Kabupaten Gresik Jawa Timur, Kabupaten Mempawah Kalimantan Barat dan Pulau Rempang Batam.
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Brawijaya (UB), Abdul Ghofar SE MSi MAcc DBA Ak mengatakan, penelitian tersebut untuk mencari formulasi kemitraan hilirisasi smelter yang tepat. Dari tiga daerah hilirisasi smelter, Kabupaten Gresik menjadi pionir formulasi dengan hasil 60 persen berbasis kolaborasi hexahelix.
“Penelitian ini dilakukan sebagai respons terhadap gencarnya program hilirisasi yang dicanangkan pemerintah pusat untuk meningkatkan nilai tambah pemerintah daerah. Baik sumber daya alam, sumber daya manusia, kehidupan sosial budaya, dan lainnya. Serta memperkuat industri lokal dan mengakselerasi pertumbuhan ekonomi nasional,” seru Ghofar, saat preskon kepada awak media, Senin (30/12/2024).
Dalam penelitian itu, Ghofar memimpin tim penelitian, terdiri dari 6 (enam) dosen dan 15 mahasiswa selama 3-4 bulan. Dengan melibatkan 900 responden yang terbagi masing-masing 300 responden pada ketiga daerah Smelter. Smelter merupakan fasilitas pengolahan hasil industri tambang yang digunakan untuk mengolah bijih mineral menjadi logam murni atau paduan logam.
Program hilirisasi smelter ini tidak lepas dari beberapa tantangan, baik dari segi lingkungan, sosial, budaya maupun ekonomi. Dari ketiga wilayah hilirisasi smelter, hanya Kabupaten Gresik Jawa Timur yang memiliki progres. Sementara Kabupaten Mempawah Kalimantan Barat dan Pulau Rempang Batam, masih stagnan lantaran terkendala beberapa faktor.
Menurutnya, tiga daerah terpilih ini memiliki karakteristik tersendiri terkait kemitraan apa yang cocok untuk diterapkan. Seperti Kabupaten Gresik Jatim dengan karakteristik pertanian. Sementara Kabupaten Mempawah Kalimantan Barat dan Pulau Rempang Batam, memiliki karakteristik industri bidang perkebunan dan pertambangan.
Disebutkannya, hilirisasi memiliki dampak besar terhadap perekonomian, namun, tanpa pengelolaan yang tepat, hilirisasi juga dapat menimbulkan dampak negatif. Seperti kerusakan lingkungan, ketimpangan sosial, dan ketidakadilan dalam distribusi manfaat ekonomi.
“Solusi yang kami tawarkan adalah pola kemitraan berbasis kolaborasi hexahelix. Model heaxahelix melibatkan enam elemen utama, yakni pemerintah, akademisi, perusahaan, NGO, media, dan masyarakat,” beber Ghofar, didampingi dua dosen peneliti Muhammad Irfan Islami SE MSE dan Dr. Hendi Subandi SE MA Ak CA IIAP, saat preskon.
Menurut Hendi Subandi, keberhasilan hilirisasi sangat bergantung pada sinergi enam elemen tersebut untuk menciptakan pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan. Namun, Hendi menekankan, pentingnya peran pemerintah daerah (Pemda) sebagai kunci dalam mengelola hubungan antar pihak.
“Pemda harus menjadi dirigen yang bisa mengorkestrasikan dan menyelaraskan kepentingan semua pihak. Sehingga bisa memberikan kepercayaan kepada masyarakat setempat bahwa perusahaan/smelter yang beroperasi akan membawa dampak positif,” jelasnya.
Sementara Irfan menyebut, selama ini masih ada sekat antara masyarakat, pemerintah dan perusahaan, sehingga proses hilirisasi belum bisa berjalan maksimal. Kabupaten Gresik memiliki Perda yang menyebutkan, perusahaan harus merekrut 60 persen tenaga kerja dari masyarakat lokal. Namun hal ini belum bisa dipenuhi, lantaran masyarakat setempat sebagian besar hanya lulusan SMP, SMA dan SMK.
“Perusahaan ingin melibatkan masyarakat, tentunya dengan standar khusus sesuai bidang industri. Sementara, masyarakat ingin bantuan yang nyata dan langsung, namun standar khusus perusahaan belum bisa dipenuhi,” ucap Irfan.
Sehingga, perusahaan memberikan CSR eksplisit berupa program pemberdayaan dan pelatihan masyarakat, hingga beasiswa untuk warga lokal. Agar masyarakat setempat bisa masuk dalam rantai pasok perusahaan, seperti hasil bumi untuk katering, dan lainnya. (rhd)