Jakarta, SERU.co.id – Presiden Joko Widodo telah meneken Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker), Senin (2/11/2020).
Namun, diketahui dalam UU yang ditandatangani itu, terdapat kekeliruan. Hal ini kemudian menjadi polemik di masyarakat.
UU Ciptaker langsung diunggah ke laman resmi Setneg. Masyarakat kemudian membandingkan UU tersebut dengan draf yang disetor DPR RI. Masyarakat menemukan sejumlah kejanggalan, diantaranya adalah pada Pasal 6 yang merujuk pada Pasal 5.
Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno mengakui, terdapat kekeliruan secara penulisan. Kendati demikian, menurut Pratikno, kesalahan tersebut tak memengaruhi implementasi UU Ciptaker.
“Hari ini kita menemukan kekeliruan teknis penulisan dalam UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Namun kekeliruan tersebut bersifat teknis administratif sehingga tidak berpengaruh terhadap implementasi UU Cipta Kerja,” ujar Pratikno, Selasa (3/11/2020).
Pratikno mengatakan, kekeliruan teknis ini akan menjadi catatan bagi pemerintah. Hal ini supaya tidak terulang kembali.
“Kekeliruan teknis ini menjadi catatan dan masukan bagi kami untuk terus menyempurnakan kendali kualitas terhadap RUU yang hendak diundangkan agar kesalahan teknis seperti ini tidak terulang lagi,” jelasnya.
Mensesneg menjelaskan, pihaknya telah menerima berkas RUU Ciptaker dari DPR pada 14 Oktober 2020 lalu. Kemensetneg selanjutnya melakukan penelaahan dan menemukan beberapa kekeliruan teknis.
“Kementerian Sekretariat Negara telah melakukan review dan menemukan sejumlah kekeliruan yang bersifat teknis. Kemensetneg juga telah menyampaikan kepada Sekretariat Jenderal DPR untuk disepakati perbaikannya,” ujarnya.
Mengenai kekeliruan tersebut, salah satu anggota Baleg DPR Arteria Dahlan mengatakan, meminta pemerintah untuk mengembalikan UU Ciptaker kepada Baleg DPR guna dilakukan penyisiran ulang. Pihak Baleg akan mengembalikan naskah UU Ciptaker sesuai dengan kesepakatan.
Pernyataan ini kemudian menjadi sebuah pertanyaan di masyarakat. Sejumlah pihak mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam membuat UU ini. Pihak lainnya mempertanyakan, apakah UU yang sudah ditandatangani boleh diperbaiki atau tidak. (hma/rhd)