Kekerasan Seksual di Surabaya, Komisi D Dorong Camat dan Lurah Tingkatkan Peran Pengawasan

Kekerasan Seksual di Surabaya: Komisi D Dorong Peran Camat dan Lurah Tingkatkan Pengawasan
Rapat di Komisi D DPRD Kota Surabaya. (foto:ist)

Surabaya, SERU.co.id – Kasus kekerasan seksual yang terjadi di sebuah panti asuhan di kawasan Barata Jaya, Surabaya, mendapat perhatian serius dari Komisi D DPRD Kota Surabaya, yang membidangi Pendidikan dan Kesehatan. Sebagai langkah untuk mencegah kejadian serupa, Komisi D mengundang sejumlah pihak terkait untuk membahas masalah tersebut. Pertemuan ini digelar di ruang Komisi D pada Kamis (6/2/2025) siang.

Dalam pertemuan itu, Ketua Komisi D DPRD Kota Surabaya, dr. Akmarawita Kadir, menekankan pentingnya peran aparat di tingkat Camat, Lurah, RW, dan RT untuk meningkatkan pengawasan terhadap warganya. Akmarawita menyarankan agar peraturan yang ada dapat lebih dioptimalkan dan diterapkan dengan lebih baik, sehingga aparat di tingkat kecamatan dan kelurahan dapat lebih peka terhadap potensi adanya predator anak.

Bacaan Lainnya

“Kita sudah ada perwalinya, tinggal bagaimana sistemnya agar bisa diterapkan oleh Camat, Lurah, RW, dan RT. Mereka harus lebih peka agar potensi adanya predator anak dapat terdeteksi lebih dini,” ujar Akmarawita.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi D DPRD Kota Surabaya, Hj. Lutfiyah, menegaskan keprihatinannya terhadap kejadian pencabulan yang terjadi di Surabaya, yang saat ini memiliki predikat sebagai ‘Kota Layak Anak’.

“Ini sangat mengejutkan karena Surabaya sudah mendapatkan predikat Kota Layak Anak. Kami sangat prihatin atas kejadian ini,” ujar Hj. Lutfiyah.

Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Surabaya Ana Fajriatin dalam kesempatan yang sama, menjelaskan bahwa panti asuhan tempat kekerasan tersebut terjadi, sebelumnya pernah terlibat dalam kasus aborsi yang mengarah pada masalah hukum dan ditangani oleh Polrestabes Surabaya. Kondisi rumah tersebut saat ini tidak terawat, dihuni oleh seorang pria berinisial NK bersama istrinya yang sudah berpisah, dan ketiga anak mereka. NK kini telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Jatim.

“Rumah tersebut tidak terkelola dengan baik dan lebih mirip tempat tinggal biasa, hanya membantu pembiayaan hidup anak-anak titipan,” ungkap Ana.

Ana menambahkan, pihaknya telah memberikan pendampingan dan bantuan pembiayaan kepada anak-anak yang menjadi korban. Selain itu, informasi mengenai kasus pencabulan tersebut diperoleh dari istri NK yang disampaikan kepada LBH Unair.

“Anak-anak korban kini dalam pendampingan dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) serta Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (PPKB) Kota Surabaya,” tambah Ana.

Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jawa Timur yang turut hadir dalam pertemuan itu menjelaskan, rumah tersebut tidak layak disebut panti asuhan, karena tidak ada kegiatan yang sesuai dengan fungsi panti asuhan dan minim pengawasan. LPA Jatim juga mengingatkan pentingnya pengawasan yang lebih ketat terhadap lembaga panti asuhan agar tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab untuk kepentingan pribadi.

“Pengawasan harus lebih diperketat, agar lembaga panti asuhan tidak menjadi kedok bagi predator anak, baik untuk menarik donasi maupun melakukan pencabulan terhadap anak-anak asuhan,” ujar perwakilan LPA Jatim.

Hadir dalam rapat tersebut sejumlah pihak terkait, termasuk Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah, Kepala DP3A, Kepala Dinas Sosial, Kepala Satpol PP Surabaya, Kepala Bagian Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat, Camat Gubeng, Lurah Barata Jaya, serta Ketua LPA Jawa Timur.(iki/ono)

disclaimer

Pos terkait