Tanah Sudah Musnah, HGB di Pesisir Desa Segorotambak Sidoarjo Tidak Bisa Diperpanjang

Tanah Sudah Musnah, HGB di Pesisir Desa Segorotambak Sidoarjo Tidak Bisa Diperpanjang
Beberapa Anggota GPS yang Demo di BPN Sidoarjo. (foto: sda1)

Sidoarjo, SERU.co.id – Hak Guna Bangunan (HGB) di wilayah pesisir Desa Segorotambak, Kecamatan Sedati, Kabupaten Sidoarjo sudah pasti tidak akan diperpanjang saat masa berlaku habis di 2026 nanti. Pasalnya lahan yang diterbitkan GHB saat ini sudah musnah atau berwujud lautan.

Hal itu ditegaskan Kepala Kantor Pertanahan Sidoarjo, Muh Rizal saat menerima sejumlah pemuda yang tergabung dalam Gerakan Pemuda Sidoarjo (GPS), Kamis (30/1/2025). Muh Rizal dengan terbuka menemui para pendemo dan mengundang mereka untuk menyampaikan aspirasinya di kantor.

Bacaan Lainnya

Rizal menjelaskan bahwa HGB di wilayah pesisir tersebut sudah mendapat perhatian dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) RI.

“Jangka waktu HGB di wilayah tersebut akan berakhir pada tahun 2026 dan tidak akan diperpanjang. Yang kedua, tanah tersebut sudah musnah,” tegas Rizal.

Menurut Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1960 Pasal 40, salah satu alasan penghapusan HGB adalah jika tanah tersebut musnah. Rizal menjelaskan bahwa tanah yang dimaksud awalnya merupakan tambak yang terkena abrasi, sehingga tanahnya hilang dan kini telah berubah menjadi lautan. Hal ini telah terbukti melalui investigasi yang menunjukkan bahwa wilayah tersebut telah kehilangan tanah akibat abrasi.

“Saat ini, di sana tidak ada apa-apa, tidak ada pemagaran, dan nelayan bebas lalu lalang tanpa gangguan,” tambahnya.

Sementara itu, Korlap Aksi GPS, Nanang Romi, menyoroti kasus HGB seluas 656 hektare yang kini telah menjadi lautan dan dikuasai oleh beberapa korporasi. Nanang menilai bahwa hal tersebut sangat merugikan masyarakat, terutama nelayan di wilayah tersebut.

“Kami sudah bertemu dengan Kepala BPN Sidoarjo, dan beliau sangat terbuka serta dinamis dalam merespon masalah ini,” ungkap Nanang.

Nanang juga mengkritisi penguasaan lahan yang kini sudah menjadi lautan oleh beberapa korporasi. Menurutnya, praktik tersebut merupakan penyalahgunaan kewenangan yang merugikan masyarakat. Ia menambahkan bahwa apabila SHGB atas lautan tersebut dijadikan agunan kepada bank, seharusnya bank melakukan survei terlebih dahulu sebelum memberikan agunan.

“Jika korporasi tidak bertanggung jawab, seharusnya bank tidak memberikan agunan tanpa pengecekan yang jelas,” pungkasnya.(sda1/ono)

disclaimer

Pos terkait