Batu, SERU.co.id – Tidak hanya Ibu rumah tangga yang mengeluh harga telur tinggi, namun juga pedagang martabak yang membutuhkannya sebagai bahan baku utama. Bagaimana tidak, ditengah ketidakstabilan harga Telur, pedagang dilema antara pilihan menaikkan atau tidak menaikkan harga.
Surip, salah seorang pedagang martabak yang kesehariannya ‘mangkal’ di tepi Jalan Raya Mojorejo, Kecamatan Junrejo, Kota Batu, mengeluhkan hal itu. Dengan labilnya harga telur, ia hanya berani memberi secara eceran. Sebelumnya, ia terbiasa dengan membeli telur dalam wadah peti kayu.
“Perkilonya sempat turun ke Rp28.000/kilogram tapi cuma beberapa hari, sekarang kembali ke Rp32.000 saya dapatnya. Terpaksa beli eceran dulu,” serunya.
Kepada SERU.co.id, mbah Surip sapaan akrabnya mengaku tidak bisa berbuat apa-apa dan hanya berharap harga telur kembali stabil. Ia khawatir apabila menaikkan harga justru akan membuat semakin sepi dagangannya. Begitu pula apabila ia harus mengurangi ukuran martabak dengan mengurangi jumlah telur, pelanggan juga dipastikan akan kecewa.
“Dengan harga jual yang tetap seperti ini, pengaruhnya ke keuntungan yang berkurang. Soalnya saya juga menyewa tempat untuk berjualan,” imbuh pria yang berdomisili di Pujon, Kabupaten Malang ini.
Untuk satu porsi harga martabak telur buatannya, dihargai Rp20 ribu untuk yang biasa. Sementara yang porsi istimewa dihargai Rp25 ribu. Belum lagi kalau menggunakan telur itik, harganya jadi selisih Rp5 ribu rupiah.
“Kalau telur bebek (itik) tidak berpengaruh. Harganya masih tetap stabil karena tidak terlalu banyak juga orang yang mengkonsumsi telur bebek,” pungkasnya. (dik/mzm)