Malang, SERU.co.id – Menangkap potensi resto di bagian timur Kota Malang belum menjamur, ‘Sambat Luwe’ hadir menawarkan konsep kuliner tradisional. Cocok untuk bersantai dengan keluarga maupun rekan kerja kantoran melepas penat seharian.
Diatas lahan kurang lebih 4.000 meter persegi ‘Sambat Luwe’ tidak hanya menjual view di pinggir sawah. Tetapi dengan konsep Jawa Tradisional, hingga menggunakan ornamen barang-barang antik. Kendati demikian, juga menyediakan menu-menu oriental untuk melengkapi sajian ketika ada event.
“Kalau malam orang cenderung lebih memilih oriental daripada Jawa. Tapi tetap konsep intinya Jawa tradisional,” seru pemilik Sambat Luwe, Prasetya Indra.

Berlokasi di Jalan Mayjen Sungkono No 9 Kedungkandang, ‘Sambat Luwe’ terletak di area lahan persawahan dan perkebunan tebu. Arti nama Sambat Luwe tidak ada filosofi khusus. Namun mengingat konsepnya Jawa, sehingga nama yang diambil dari Bahasa Jawa.
“Pakai jawa resto, identik dengan wong luwe ‘sambat luwe’, tiba-tiba kepikiran itu,” ujar pemuda alumnus Teknik Industri Institut Tekonologi Surabaya (ITS).
Dikatakannya, memilih area timur karena selain ada lahan, juga prospek di kawasan timur cukup bagus. Mulai berdirinya perkantoran, perumahan dan dekat lokasi dilewati tol. Termasuk jalur wisata ke pantai-pantai.

Terkait harga dan menu ‘Sambat Luwe’ sangat bervariasi, ada jajanan sampai menu makan besar. Mulai harga Rp5 ribu pada jajanan, hingga paling mahal menu gurami Rp68 ribu. Sedangkan jam buka mulai buka selama Ramadan pukul 15.00 sampai 21.00.
“Nanti setelah Ramadan atau reguler jam 10.00 sampai 21.00,” ujarnya, didampingi sang istri Aulia Dita Anggraini.
Tak hanya view alam, namun fasilitas lain yang tak bisa dijumpai di resto lainnya. Pengunjung bisa mengendarai dan berfoto bersama bemo di area Sambat Luwe.

Salah satu pengunjung, Wahib Dariadi menjelaskan, konsep yang diambil cukup menarik dengan mengusung Jawa Tradisional. Termasuk pemandangan sawah, kolam ikan, Gunung Semeru dan tempatnya di kawasan pinggiran kota.
“Tempatnya nyaman, apalagi melihat pemandangan sawah-sawah dari sini. Kolam ikan yang menyejukkan mata. Dan mungkin kalau malam akan lebih bagus dengan lampu-lampu,” ungkap Wahib Dariadi.
Pria yang juga Dosen Universitas Negeri Malang (UM) ini menambahkan, sengaja bersama keluarga, sebab serasa kembali ke desa. Ia pernah mengalami ketika di desa saat malam, biasanya makan di depan rumah sambil melihat sekeliling pemandangan sawah.
“Ini persis suara dan suasana di desa. Seperti flasback masa kecil,” tutup pria asli Tuban yang sudah lama tinggal di Dinoyo ini. (jaz/rhd)
Baca juga:
- Truk Box Ekspedisi Terguling di Pujon Akibat Hindari Kendaraan Oleng Didepannya
- BISTF Paragliding Accuracy League 2025 Ditutup, Malaysia Borong Juara
- DPR dan Pegiat Pendidikan Desak Pangkas Dana Sekolah Kedinasan untuk Keadilan
- Emak-emak Sukun Peduli Lingkungan Ubah Sampah Jadi Ecoenzim dan Sabun Bernilai Ekonomis
- KM Gregorius Barcelona V Terbakar di Perairan Sulawesi Utara, 280 Penumpang Dievakuasi