Malang, SERU.co.id – Realitas sosial masyarakat terutama di Indonesia dan Asia Tenggara menjadi hal yang nyata. Perbedaan pertunjukan Ramayana Indonesia-Malaysia-Thailand ini memaparkan tentang estetika multikultural. Yaitu keindahan yang selama ini mampu diserap oleh berbagai masyarakat.
Dalam cerita Ramayana, ada background spiritual, baik yang tersebar di Birma, Kalimantan, Thailand Selatan hingga meluas sampai ke Malaysia. Awalnya, Thailand menjadi pusat Ramayana di Bangkok, sebelumnya di Ayotaya yang dipindahkan semua termasuk aspek spiritual.
“Padahal orang disana penganut Budha, tetapi literasi melalui Ramayana yang notabene Hindu muncul, itu yang menarik. Sehingga orang bisa mengambil pelajaran lebih luas darimana pun,” seru Dr Robby Hidajat MSn, ditemui di kedai makan Jalan Kawi Nomor 43B Kota Malang, Sabtu (13/11/2021).
Dirinya mengatakan menulis buku ‘Estetika Multikulturalisme dalam pertunjukan Ramayana Indonesia-Malaysia-Thailand’ tampak dalam setiap gelaran. Robby tidak sendiri, dalam menyusun penelitian sekaligus buku berkolaborasi dengan satu dosen. Yakni Dra E Wara Suprihatin Dyah Pratamawati MPd, Staf Pengajar Program Studi Pendidikan Seni Tari dan Musik Jurusan Seni dan Desain Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang.
Menurutnya, literasi di Indonesia khususnya di Jawa Timur masih kuat. Meskipun perbedaan penganut agama lain, masyarakat awam mampu melebur menjadi sebuah seni pertunjukan yang indah.
“Kalau Jawa timur kekuatan cerita Ramayana masih kuat. Sementara Jawa Tengah kuat, tetapi lebih mencolok ke Mahabaratanya,” ungkapnya.
Buku setebal 124 halaman, terbitan Singgasana Budaya Nusantara, Jalan Sidomaju 18 Ngadilangkung, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang. Dijelaskan disana kenapa lakon Ramayana diterima banyak negara. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan sastra lakon dan seni pertunjukan tradisional dalam masyarakat multietnik.
“Estetik yang tumbuh dan berkembang menjangkau wilayah persebaran masyarakat multi etnik. Berasal dari konsep kebudayaan India, setidaknya masih terasa di tiga negara tersebut,” beber Robby.
Buku ini diangkat dari hasil penelitian yang berjudul: Transformasi Artistik-Simbolik Seni Pertunjukan Berlakon Ramayana Sebagai Penguatan Estetika Timur Yang Berakar dari Indonesia-Thailand. Kesimpulan yang dipandang menarik adalah, transformasi artistik seni pertunjukan berlakon Ramayana itu tersebar di lingkungan masyarakat memilik perbedaan etnik dan kebudayaan.
“Setiap etnik membawa potensi yang relatif akomondatif berbagai hal yang masuk sebagai kekayaan sebenarnya,” bebernya.
Dosen Pascasarjana Universitas Negeri Malang tersebut berpesan, semoga buku yang ia buat bisa mengedukasi masyarakat untuk menggiatkan estetika plural dan lokal. Selanjutnya bagi pendidik, ketika mempunyai murid dari berbagai latar belakang sebisa mungkin tidak dibatasi dalam berkesenian.
Keanekaragaman latar belakang perbedaan etnik anak didik mampu memberikan warna tersendiri. Sehingga jangan diseragamkan oleh mayoritas untuk menumbuhkan pembelajaran seni yang lebih unik.
“Bisa mengakomodasi hal menarik terhadap ekspresi-ekspresi. Baik seni rupa, musik, tari, dan seterusnya bisa diwadahi,” tutupnya. (jaz/rhd)
Baca juga:
- Target Empat Medali Emas, Wali Kota Malang Motivasi Atlet Basket Hadapi Porprov IX Jatim
- Lansia Dilaporkan Hilang Hanyut di Sungai Metro Ditemukan Selamat di Pakisaji
- Bupati Malang Sebut Munas VI APKASI 2025 Wadah Strategis Kuatkan Pembangunan Nasional
- Ratusan Travel Merugi Miliaran Usai Visa Haji Furoda Tak Kunjung Terbit
- Zia Ulhaq Nilai Putusan MK Soal Sekolah Swasta Gratis Dorong Pemerataan Pendidikan