Malang, SERU.co.id – Hari Batik Nasional pada 2 Oktober menjadi momentum bagi para pelaku batik Malang untuk bangkit dan tumbuh kembang. Seperti perhelatan Festival Batik Sukun di Kuburan “Londo” Kota Malang, Sabtu (3/10/2020), yang diinisiasi oleh Pokdarwis Koeboeran Londo, Karang Taruna Suka Rukun, dan Kampung Terapi Hijau.
Mengusung motif unsur pohon Sukun di area Makam Londo, atau TPU Sukun, beserta ornamennya, menjadikan motif khas Batik Sukun. Dimana di dalam area didominasi pepohonan sukun sebagai ikonik sketsa batik, mulai dari sketsa buah, daun, batang, ranting, hingga akarnya.
“Ini perkawinan yang menarik, dari even festival Batik dengan lokasi heritage makam. Bahwa makam pun tidak dikesankan angker, lebih lebih banyak keluarga Belanda yang menapak tilasi ke tempat ini. Maka hidupkan teruskan kreatifitas di tempat ini sebagai penyangga wisata Malang,” pesan Walikota Malang Sutiaji, kala membuka dan mengawali Festival Batik.
Koeboeran Londo menjadi lokus legenda yang cukup menarik. Pada masa kolonial, makam ini hanya diperuntukkan bagi warga Belanda dan Eropa yang tinggal di Malang. Seiring pergeseran waktu, makam ini diaktifkan untuk pemakaman warga non muslim.
Walikota yang juga penyuka kuliner super pedas ini juga mendorong para penggiat batik Sukun untuk mampu mengeksplore buah Sukun sebagai motif khas batik di wilayah Sukun.
“Apa yang ada disini bisa dieksplorasi, misal buah sukun. Mulai buahnya, daunnya, serat pohonnya, rantingnya, dan yang lainnya. Saya yakin dengan sentuhan seni yang ada, akan jadi motif yang menarik,” imbuh Sutiaji, didampingi Ketua Umum Dekranasda Kota Malang, Ny. Widayati Sutiaji.
Sementara itu, Ketua Panitia Festival Batik Sukun, Eko Zainuddin mengatakan, terselenggara festival ini diharapkan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar. Tak hanya festival, namun juga ada bazar UKM yang mengusung produk buah sukun, kopi kuburan, paket tour jelajah kuburan Londo, dan lainnya.
“Melalui even ini, kami ingin membangkitkan perekonomian masyarakat Sukun. Meski disaat pandemi harus bangkit dan terus berjalan,” jelas Eko, sekaligus Ketua Karang Taruna.
Terkait festival batik Sukun, pihaknya berharap dapat mengangkat ikonik Sukun, sebagai motif ciri khas Batik Sukun.
“Selama ini memang masih mengenalkan produk batik dari mulut ke mulut, meskipun sudah ada pesanan dari Malaysia juga. Harapannya, setelah ini terus berkembang,” tandasnya.
Sementara itu, Pembina Batik Tulis Sukun, Nena Bachtiar, menceritakan awal batik tulis Sukun ini melalui pelatihan yang diberikan Pemkot Malang. Mengingat setiap perwakilan peserta berasal dari beberapa wilayah, maka mereka mengangkat ikonik atau unsur pohon Sukun, sebagai pohon kehidupan yang memiliki manfaat disetiap bagiannya.
“Pemberdayaan sudah berjalan hampir 2 tahun, dimulai dari RW 3, kemudian ditularkan ke RW lainnya. Targetnya dapat menambah keragaman motif yang digali dari budaya wilayah Sukun dan Kota Malang. Selain model custom sesuai permintaan. Mulai harga Rp 150 hingga Rp 750 ribu,” ungkap Nena.
Selain Sukun, Kota Malang memiliki pengrajin batik yang mulai tumbuh kembang. Seperti Kampung Celaket, Kampung Bunulrejo, Kampung Budaya Polowijen dan Kampung Budaya Tunggul Wulung. (rhd)