Tak Setor PPN, Kontraktor di Banyuwangi Divonis Penjara 1 Tahun 10 Bulan

Pembacaan keputusan sidang oleh Ketua Majelis Hakim. (ist) - Tak Setor PPN, Kontraktor di Banyuwangi Divonis Penjara 1 Tahun 10 Bulan
Pembacaan keputusan sidang oleh Ketua Majelis Hakim. (ist)

Banyuwangi, SERU.co.id – Seorang kontraktor asal Banyuwangi harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di balik jeruji besi akibat penggelapan pajak. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Banyuwangi menjatuhkan vonis 1 tahun 10 bulan penjara serta denda Rp1 miliar lebih kepada terdakwa ASM. Ia terbukti tidak menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang telah dipungut.

Ketua Majelis Hakim, I Gede Yuliartha membacakan putusannya, terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah.

“Oleh karena itu, majelis menjatuhkan pidana penjara selama 1 tahun 10 bulan,” seru Ketua Majelis Hakim dalam sidang, Senin (10/3/2025).

Vonis ini lebih ringan dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang meminta hukuman 2 tahun penjara. Selain pidana badan, ASM juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp1.025.957.310. Bila tidak dibayar, denda tersebut akan digantikan dengan kurungan penjara selama 6 bulan.

Kasus ini bermula ketika ASM, yang menjabat sebagai Direktur CV SG, terbukti dengan sengaja menyampaikan SPT Masa PPN tidak benar atau tidak lengkap untuk periode Januari-Desember 2017. Selain itu, ASM juga tidak menyetorkan PPN yang telah dipungut dari konsumennya selama periode tersebut.

Akibatnya, negara mengalami kerugian sebesar Rp512.978.655. Perbuatan terdakwa melanggar Pasal 39 ayat (1) huruf i Undang-Undang KUP, sebagaimana telah diubah dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Sebelum kasus ini berlanjut ke pengadilan, Tim Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dari Kanwil DJP Jawa Timur III sebenarnya telah memberikan kesempatan kepada ASM untuk melakukan pengungkapan ketidakbenaran secara sukarela. Namun, kesempatan tersebut tidak dimanfaatkan oleh yang bersangkutan.

Kepala Bidang Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Kanwil DJP Jatim III, Vincentius Sukamto menegaskan, langkah hukum ini menjadi bentuk tegas dari penegakan pajak.

“Pemidanaan adalah upaya terakhir (ultimum remedium) dalam penanganan pelanggaran pajak. Kami berharap kasus ini menjadi efek jera (deterrence effect) dan mendorong kesadaran wajib pajak lainnya,” pungkasnya. (aan/mzm)

disclaimer

Pos terkait