Kemenag Sebut Ponpes Santri Dianiaya Hingga Tewas Tidak Punya Izin

Kepala Bidang Pendidikan Diniyah dan Ponpes Kanwil Kemenag Jatim, Mohammad As'adul Anam. (ist) - Kemenag Sebut Ponpes Santri Dianiaya Hingga Tewas Tidak Punya Izin
Kepala Bidang Pendidikan Diniyah dan Ponpes Kanwil Kemenag Jatim, Mohammad As'adul Anam. (ist)

Kediri, SERU.co.id – Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kemenag) Provinsi Jawa Timur di Kediri mengungkapkan fakta baru dari kasus penganiayaan santri bernama Bintang Balqis Maulana (14) hingga tewas.

Kepala Bidang Pendidikan Diniyah dan Ponpes Kanwil Kemenag Jatim, Mohammad As’adul Anam mengungkapkan, Ponpes Al Hanifiyyah tempat kejadian penganiayaan terjadi rupanya tidak memiliki izin.

Bacaan Lainnya

“Keberadaan pondok pesantren tersebut belum memiliki izin pesantren,” seru As’adul, Selasa (27/2/2024).

Baca juga: Kejari Batu Teken MoU dengan UIN Malang di Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara

As’adul menyampaikan, pihaknya tidak dapat melakukan tindakan administrasi dalam kasus ini. Pihaknya hanya dapat menghormati proses hukum yang dilakukan oleh kepolisian.

“Kanwil dalam hal ini sangat menghormati proses hukum yang berlaku. Kalau penutupan, mohon maaf, karena sekolah, madrasah dengan ponpes itu entitas yang berbeda. Kalau ponpes ini rata-rata tidak didirikan pemerintah, seluruhnya didirikan kiai. Kalau pesantren dicabut izinnya, kegiatan ngajinya tetap, karena sifatnya informal,” jelasnya.

Kemenag juga tidak dapat melakukan penutupan pesantren apabila tidak memiliki izin. Hal ini berdasarkan pada keputusan Bahtsul Masail PWNU Jawa Timur.

Kendati demikian, Kanwil Kemenag Jatim tetap akan melakukan upaya pencegahan dan pengawasan supaya hal tersupa tidak terjadi di pondok tersebut. Kemenag menyiapkan program Sapa Lembaga Pendidikan Keagamaan Islam (SALIM).

“Itu kita lakukan setiap minggu untuk mencegah terjadinya kekerasan di lingkungan pondok pesantren,” ujarnya.

Baca juga: Santri Gontor Tewas Dianiaya, Kemenag Tindak Lanjut Rancang Aturan

Polisi telah menetapkan empat tersangka dalam kasus ini, yaitu senior atau kakak kelas korban berinisial MN (18) asal Sidoarjo, MA (18) asal Nganjuk, AF (16) Denpasar dan AK (17) Kota Surabaya.

Para tersangka dijerat dengan Pasal 80 Ayat 3 tentang perlindungan anak, Pasal 170 dan Pasal 351 tentang penganiayaan berulang yang menyebabkan luka berat atau mati dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara. (hma/rhd)

disclaimer

Pos terkait