Jakarta, SERU.co.id – Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) kini menjadi topik yang kontroversi di kalangan publik. Padahal RUU HIP adalah usulan DPR RI dan ditetapkan dalam Prolegnas RUU Prioritas pada April 2020.
Hal ini menjadi polemik baru di Indonesia, karena banyak tudingan RUU HIP mencabut TAP MPRS Nomor XXV Tahun 1966 terkait larangan ajaran komunisme, marxisme dan Leninisme. Selain itu, latar belakang usulan RUU ini, belum ada landasan hukum yang mengatur HIP sebagai pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) turut menyatakan sikap terkait RUU HIP ini. Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD. Mahfud menyatakan, terdapat dua hal mendasar yang disampaikan oleh pemerintah.
“Pertama, prosedur soal pembahasan RUU HIP. Pemerintah menyarankan DPR untuk mendengarkan masukan atau aspirasi masyarakat. Kedua, pemerintah tegaskan tidak setuju membahas Pancasila tanpa berpedoman pada TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966,” seru Mahfud.
Dengan dua hal mendasar tersebut, Mahfud menegaskan, pemerintah turut menolak RUU HIP yang juga sejalan dengan pendapat masyarakat. Pancasila terdiri dari lima sila yang merupakan satu kesatuan makna. “Pokoknya itu Pancasila, bukan tri atau eka. Posisi pemerintah itu tetap sampai sekarang kita sependapat dengan masyarakat. Jadi lihat nanti, DPR kapan mau melakukannya dalam proses legilasi, karena ini masalah demokrasi,” tegas Mahfud.
Pernyataan sikap pemerintah tak bisa serta merta meminta pencabutan pembahasan RUU HIP. Hal ini karena HIP adalah RUU usulan DPR. Dan pihak DPR sendiri yang memiliki kewenangan untuk mencabut ataupun melanjutkan pembahasannya. “Ini masalah ketatanegaraan. Kita pemerintah, kita gak bisa cabut, ada proses-proses legislatifnya,” jelas Mahfud.
RUU HIP menuai polemik publik, sebab banyak kalangan berpendapat, konsep Pancasila menjadi Trisila dan Ekasila merupakan sebuah bentuk pengkhianatan terhadap bangsa dan negara.
Penolakan RUU HIP sebelumnya berujung dengan aksi demonstrasi oleh Aliansi Nasional Anti Komunis (Anak NKRI) di Gedung DPR Jakarta pada Juni lalu. Selain itu, penolakan juga muncul dari sejumlah organisasi keagamaan dan komunitas, seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI), Pengurus Nahdlatul Ulama (PBNU), Muhammadiyah dan hingga Forum Komunikasi Purnawirawan TNI-POLRI. (rla/rhd)