Pernikahan Dini Dari Pandangan Agama

Pernikahan Dini Dari Pandangan Agama
Sri Bandi Jumiati
Universitas Muhammadiyah Malang

Kasus pernikahan dini ini memang sangat marak terjadi di kalangan remaja terutama di daerah pedalaman dan kasus ini pun bukan hal yang baru terjadi di Indonesia, tetapi puncak tertinggi kasus ini pada saat Indonesia di serang wabah covid-19. Kurangnya sosialisasi dari orang tua maupun pemerintah dampak dari pernikahan dini ini sendiri, menyebabkan remaja zaman sekarang lebih banyak memilih menikah di usia remaja dari pada melanjutkan pendidikan.

 Usia legal atau diperbolehkannya menikah pada undang undang di Indonesia minimal usia 21 tahun bagi laki- laki dan 19 tahun untuk perempuan, dan apabila di lakukan berarti telah melanggar hukum yang sudah di tetapkan, antara lain: (a) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan “Perkawinan hanya diijinkan jika pihak pria sudah berusia 19 tahun dan pihak wanita sudah berusia 16 tahun” (Pasal 7 ayat 1). “Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat ijin kedua orang tuanya” (Pasal 6 ayat 2). Amanat undang-undang tersebut bertujuan untuk melindungi anak agar tetap memperoleh haknya untuk hidup, tumbuh, berkembang serta terlindungi dari perbuatan ke kerasan, eksploitasi dan diskriminasi.

Bacaan Lainnya

Pemahaman agama Islam tentang pernikahan dini bahwa dalam islam pernikahan di perbolehkan jika sudah memasuki fase baligh, tetapi MUI memutuskan demi kemashlahatan, ketentuan pernikahan dikembalikan kepada ketentuan standardisasi usia merujuk UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. MUI tak lupa memberikan rekomendasi beserta ketentuan hukum yang dikeluarkannya. MUI merekomendasikan pemerintah lebih gencar mensosialisasikan soal UU No 1 Tahun 1974. Tujuannya agar mencegah pernikahan dini yang menyimpang dari tujuan dan hikmah pernikahan. Salah satu contoh pernikahan Dalam Islam yang biasa di dengar di kalangan masyarakat ialah  Nikah Siri.

Nikah siri ialah pernikahan yang dilakukan oleh sepasang kekasih tanpa ada pemberitahuan (dicatatkan) di Kantor Urusan Agama (KUA), tetapi pernikahan ini sudah memenuhi unsur-unsur pernikahan dalam Islam, yang meliputi dua mempelai, dua orang saksi, wali, ijab-kabul dan juga mas kawin. Nikah Siri ini hukumnya sah menurut agama, tetapi tidak sah menurut hukum positif (hukum negara) dengan mengabaikan sebagian atau beberapa aturan hukum positif yang berlaku, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Pasal 2 bahwa setiap perkawinan dicatatkan secara resmi pada Kantor Urusan Agama (KUA). Sedangkan instansi yang dapat melaksanakan perkawinan adalah Kantor Urusan Agama (KUA) bagi yang beragama Islam dan Kantor Catatan Sipil (KCS) bagi yang beragama Non Islam. Oleh karena itu, pernikahan siri yang tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama itu tidak punya kekuatan hukum, sehingga jika suatu saat mereka berdua punya permasalahan yang berkenaan dengan rumah tangganya seperti perceraian, kekerasan dalam rumah tangga, warisan, perebutan hak asuh anak dan lainnya, pihak kantor urusan agama dan pengadilan agama tidak bisa memutuskan bahkan tidak bisa menerima pengaduan mereka berdua yang sedang punya masalah.

Pandangan agama hindu tentang pernikhan dini, konsep pernikahan harus di lakukan setelah selesai belajar atau masa brahmacari, memberikan kesempatan kepada anak untuk menuntut ilmu dan menyelesaikan masa brahmacari, serta sebagai upaya bagi orang tua untuk mencegah pernikahan dini. pandangan agama kristen sendiri tentang pernikahan dini mereka  mempunyai pemahaman tentang Praktik perkawinan di usia yang masih sangat muda dapat ditemukan dalam kisah raja Yehuda ke-12, yaitu Ahas. Raja Ahas berumur 20 tahun pada saat naik takhta dan ia memerintah selama 16 tahun di Yerusalem (2 Raj. 16:2). Ia digantikan oleh anaknya, Hizkia, yang menjadi raja pada umur 25 tahun (2 Raj. 18:2). Usia Hizkia hanya terpaut 11 tahun dari ayahnya. Itu artinya Ahas telah kawin dengan Abi binti Zakharia, ibu Hizkia, sebelum mencapai umur 11 tahun menurut perhitungan kalender Ibrani.

pandangan pernikahan dini di zaman sekarang banyak yang pro dan kontra akan hal ini beberapa orang melakukan pernikahan dini dengan alasan menghindari zina, tetapi hal ini juga banyak di salah gunakan oleh orang orang yang hanya mementingkan dirinya sendiri, tanpa memikirkan dampak kepada anak yang membuat psikis anak terganggu, dan juga seperti menaiknya angka perceraian dini, menaiknya angka kemiskinan dua hal ini sangat berkaitan dalam dampak kasus ini.

hal-hal pemicu dari kasus ini harus di cegah seperti faktor lingkungan di pertemanan dan faktor orang tua dan juga peran pemerintah dalam memberikan sosialisasi terutama pada perempuan agar remaja zaman sekarang sadar akan bahaya dan dampak dari pernikahan dini sendiri dengan cara menegaskan undang-undang dan juga mendatangi sekolah sekolah terutama di daerah pedesaan yang masih belum paham akan bahaya dan dampak pernikahan dini tersebut, agar masyarakat sadar dan berkurangnya remaja  yang memiliki niat untuk menikah dini.


Baca juga:

disclaimer

Pos terkait