Malang, SERU.co.id – Rangkaian pembukaan kembali 15 kampung tematik di Kota Malang sejak Minggu (18/10/2020), dipamungkasi pembukaan kembali Kampung Budaya Polowijen (KBP), Minggu (1/11/2020). Tentunya syarat utamanya, wajib memenuhi standar protokol kesehatan, mulai tersedianya tempat cuci tangan, pengecekan suhu tubuh, dan lainnya.
Hampir sekitar tujuh bulan, puluhan kampung tematik ditutup karena pandemi Covid-19. Praktis perekonomian warga setempat terkait keberadaan kampung tematik pasif. Kebijakan Pemerintah Kota (Pemkot) Malang untuk membuka kampung tematik, menjadi angin segar bagi masyarakat.
“Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata (Disporapar) Kota Malang meminta kami membuat event sebagai penanda dibukanya tiap kampung tematik di Kota Malang. Setiap pekan ada beberapa titik yang dibuka, sejak pertengahan Oktober hingga terakhir KBP ini,” ungkap Ki Demang, Ketua Forkom Pokdarwis Kota Malang.

Sebagai penanda pembukaan kembali Kampung Budaya Polowijen, panitia menampilkan Wilujengan yang dipusatkan di panggung utama, dengan pertunjukan seni tari topeng Malangan, tari topeng Ragil Kuning, tari-tarian kreasi, musik angklung, dan dihibur Yudi Prata dan Aira warga asli Polowijen dengan lagu Sak Celupan, Los Dol, dan lainnya.
“Istimewanya, Tari Topeng Ragil Kuning yang pertama kali tampil di Polowijen saat Bersih Desa 2018 ini, kembali ditampilkan. Tari ini diciptakan oleh Supri, dan pernah masuk 10 besar nasional pertunjukan nasional,” ucap pemilik nama asli Isa Wahyudi.
Dalam praktek pelestarian budaya, KBP menyediakan beragam paket kunjungan edukasi wisata budaya. Selain pengetahuan budaya, pengunjung akan mendapatkan beragam fasilitas sesuai paket yang dipilih. Mulai suguhan tarian, snack, makan dan minum, souvernir topeng, membatik, membuat dan mewarnai topeng, dan lainnya.
“Paket rombongan minimal 50 orang. Mulai varian harga Rp 15.000 hingga paket lengkap Rp 50.000. Sementara untuk paket berkunjung sendiri belum ada tarif pastinya, tergantung permintaan,” beber Ki Demang.
Menurutnya, momen Wilujengan kali ini bertepatan Hari Jadi Panawijen ke-1.076, yang jatuh pada 7 November. Kampung Polowijen dulunya bernama Panawijen, berdasarkan Prasasti Karundungan Kanjuruhan B, yang sekarang disimpan di Museum Mpu Purwa.
“Dulunya kawasan Panawijen ini merupakan daerah otonom pusat kegiatan pendidikan dan agama Budha Mahayana di bawah titah Mpu Purwa,” cerita Ki Demang.
Disebutkannya, Panawijen memiliki 3 fase perkembangan. Dimana pada fase pertama jaman Mpu Purwa, selain sebagai pusat pendidikan dan keagamaan, juga lahirnya Putri Kendedes sebagai cikal bakal raja-raja di Jawa dan Nusantara. Ditandai adanya situs Kendedes.
Pada fase kedua, Islam masuk dibawa oleh Buyut Jibris dari Demak. Kemudian cucunya, Mbah Suro mendirikan pondok pesantren pertama di Malang, tepatnya di wilayah Santren, atau Polowijen gang III.
Kemudian fase ketiga, berkembangnya topeng Malang oleh Mbah Reni, atas permintaan Bupati Malang ke-4, Adipati Suryodiningrat. Sehingga masyarakat generasi penerus Kampung Polowijen memiliki tanggung jawab melestarikan Topeng Malangan.
“Berdasarkan UU 5/2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, kami memiliki kewajiban memelihara dan mengedukasi 10 obyek kebudayaan. Diantaranya seni (tari topeng), manuskrip (Prasasti Karundungan Kanjuruhan B), pengetahuan tradisional (makanan tradisional), teknologi tradisional (lesung), adat istiadat, ritus (tata upacara tradisional), dan lainnya,” beber Ki Demang.
Wakil Ketua Komisi A DPRD Kota Malang, Edy Wijanarko, mengapresiasi positif beroperasinya kembali KBP. Pasalnya Kampung Polowijen ini merupakan embrio atau cikal bakal dari beragam seni, mulai seni tari, seni topeng, seni lukis dan lainnya. Serta permainan tradisional seperti engrang, klompen, congklak, gobak sodor, dan lainnya.
“Dengan kembali dibukanya KBP, potensi dimunculkan beragam budaya dan dolanan anak, dapat dikenalkan kembali kepada anak-anak generasi saat ini. Jangan sampai berhenti, munculkan inovasinya. Kami siap mengawal,” tandas Edy, yang mengaku masih generasi keturunan ke tujuh Buyut Jibris. (rhd)