Malang, SERU.co.id – Kementerian Pertanian (Kementan) melakukan perampingan alokasi penerima pupuk kimia bersubsidi. Diketahui dalam kebijakan baru, tanaman sayuran dan juga buah-buahan tidak mendapatkan jatah pupuk subsidi sebagaimana diatur dalam Permentan No 10 Tahun 2022. Hal tersebut membuat petani holtikultura harus memutar otak untuk menggunakan pupuk kandang sebagai alternatif.
Ketua Gapoktan Mekarsari Desa Kademangan, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Malang, Tukirin (57) menjelaskan, untuk menyiasati tersebut dirinya dan para petani lain di desanya menggunakan pupuk organik untuk mengganti pupuk kimia yang sengaja dikurangi karena harganya meningkat.
“Karena untuk petani sayur dan holtikultura itu tidak mendapatkan jatah pupuk subsidi yang terutama pakai pupuk organik. Pupuk kandang yang sudah diolah sedemikian rupa, jadi pupuk organik, jadi melalui proses fermentasi tapi ribet juga,” seru Tukurin.
Seperti diketahui, mengacu kepada Permentan 10 Tahun 2022, pupuk bersubsidi semula dialokasikan untuk 70 komoditas dikurangi menjadi 9 komoditas. Kesembilan komoditas itu, padi, jagung dan kedelai untuk komoditas utama. Bawang merah, bawang putih dan cabai untuk komoditas yang mengendalikan inflasi. Tebu, cokelat dan kopi untuk komoditas pendukung ekspor perkebunan.
Lebih lanjut Tukirin menjelaskan, meskipun ada alternatif lain, ketergantungan para petani terhadap penggunaan pupuk kimia tidak bisa ditinggalkan begitu saja. Sehingga mereka terpaksa tetap membeli pupuk kimia meskipun dengan harga non subsidi.
“Ya beli pupuk yang non subsidi MBK. Juga Urea itu tapi gak 100 persen, ya sekitar 50 persen dari penggunaan yang sebelumnya. Kalau dulu waktu beli pupuk itu enak, mudah 100 persen pakek pupuk kimia,” terangnya.
Menurutnya, untuk saat ini harga pupuk yang sering dirinya gunakan seperti MBK harganya mencapai Rp900 ribu untuk per 50 kilogram atau satu karungnya. Sedangkan untuk pupuk Urea yang dulunya Rp250 ribu, setelah subsidinya dicabut menjadi Rp1 jutaan.