“Fermentasi merupakan metode pengawetan yang paling banyak digunakan, selain metode-metode lain, seperti pembekuan, penggaraman dan pengasapan. Fermentasi merupakan metode pengawetan daging ikan yang murah, mudah dan hemat energi,” jelas Prof Asep, sapaannya
Produk fermentasi perikanan tradisional di Indonesia yang paling banyak dikonsumsi adalah bekasam, bekasang, budu, cincaluk, jambal roti, peda, picungan, pudu, rusip, tukai, dan kecap ikan, dan terasi. Pengolahan hasil perikanan yang dilakukan secara tradisional masih menimbulkan beberapa permasalahan.
“Pendekatan perbaikan produk fermentasi perikanan, umumnya masih dilakukan secara parsial dan tidak melibatkan pendekatan bioteknologi,” imbuhnya.

Menurutnya, beberapa pendekatan yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya hanya sebatas perbaikan proses, perbaikan gizi produk fermentasi perikanan, dan perbaikan potensi fungsional. Namun semua itu, hanya menyelesaikan permasalahan produk fermentasi secara parsial dan tidak terintegrasi menangani kelemahan-kelemahan produk.
Disebutkannya, model perbaikan kualitas produk tradisional Comprehensive-Product Improvement memanfaatkan pendekatan bioteknologi melalui teknik-teknik rekayasa genetika, Next Generation Sequenching dan aplikasi starter konsorsium bakteria. Terbukti mampu meningkatkan kualitas produk fermentasi perikanan tradisional (terasi) secara maksimal.
Keunggulan dari model yang ditawarkan ini adalah pengintegrasian keempat faktor penting. Di antaranya perbaikan proses, perbaikan nutrisi, perbaikan mutu dan perbaikan nilai fungsional kesehatan produk dengan menggunakan pendekatan bioteknologi.
“Pada konsepsi perbaikan proses ini, harus melibatkan penentuan galur spesies yang teridentifikasi, penentuan standar proses produksi dan perbaikan lingkungan proses,” bebernya.