Malang, SERU.co.id – DPRD Kota Malang menyoroti realisasi pendapatan dalam rapat paripurna terkait Ranperda pertanggungjawaban pelaksanaan APBD 2024. Menanggapi hal itu, Wali Kota Malang menyebut, realisasi pendapatan tidak terlepas dari persoalan retribusi yang terhambat regulasi.
Wali Kota Malang, Wahyu Hidayat mengungkapkan, pihaknya sudah menerima pandangan umum dari setiap fraksi. Dalam waktu dekat, ia akan menjawab pandangan yang disampaikan para anggota dewan.
“Rata-rata realisasi pendapatan dan belanja negara menjadi sorotan utama. Nanti kami akan menjelaskan, ada hal yang menyebabkan realisasi tak tercapai dan yang realisasinya melebihi target,” seru Wahyu, Senin (23/6/2025).
Wahyu menuturkan, semuanya akan dipaparkan lebih rinci dalam rapat paripurna yang rencananya digelar kembali hari Kamis. Menurutnya, ada berbagai faktor yang menyebabkan realisasi pendapatan dan belanja terhambat.
“Rata-rata, karena regulasi. Tapi kan berbeda-beda. Ada regulasi dan faktor lain kenapa tidak tercapai,” ujarnya.
Dalam paripurna tersebut, perwakilan Fraksi PDI-P, Ahmad Zakaria menyoroti, lemahnya realisasi pendapatan daerah. Dari target sebesar Rp1,696 Triliun, hanya mampu terealisasi Rp1,485 triliun atau 87,59 persen.
“Target penerimaan pajak sebesar Rp845 miliar hanya tercapai 82,9 persen. Ini harus menjadi perhatian serius, karena pajak adalah sumber utama pembiayaan pembangunan,” ungkapnya.
Fraksi ini juga menyoroti rendahnya realisasi retribusi daerah dan mendesak evaluasi menyeluruh terhadap manajemen aset Pemkot Malang. Sebagai solusi, ia menyarankan, penguatan strategi intensifikasi pajak dan optimalisasi sumber-sumber pendapatan lain.
Perwakilan Fraksi PKS, Bayu Rekso Aji menambahkan, kritik terhadap indikator kemandirian daerah yang hanya berada pada angka 0,35. Pihaknya mempertanyakan efektivitas kebijakan yang selama ini dijalankan untuk meningkatkan kapasitas fiskal Kota Malang.
“Belanja pegawai mencapai 93,78 persen. Namun pelayanan publik belum mencerminkan efisiensi penggunaan anggaran. Pemerintah juga perlu menjelaskan strategi efektivitas kerja sama pembangunan dengan pihak ketiga,” bebernya.
Perwakilan Fraksi Gerindra, Danny Agung Prasetyo menyoroti, ketidakseimbangan antara kenaikan retribusi 228,16 persen dengan kurangnya pajak daerah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) hanya terealisasi 47,27 persen dan belanja bantuan sosial hanya terealisasi 61,43 persen.
“Mengapa terjadi penyerapan yang sangat rendah pada pos belanja ini? Apa dampaknya terhadap masyarakat penerima bantuan. Kami mendesak Pemkot Malang memastikan bantuan sosial tersalurkan secara optimal dan manfaatkan bonus pendapatan untuk mendukung program-program pembangunan,” tegasnya.
Pemaparan dilanjutkan Fraksi Golkar yang diwakili Kartika menegaskan, anggaran belanja pegawai harus efektif. Selain itu mempertanyakan realisasi Belanja Tidak Terduga (BTT) yang sangat minim, yakni hanya Rp363 juta dari anggaran sebesar Rp320 miliar.
“Perbedaaan penganggaran dengan realisasi yang terlampau jauh perlu dievaluasi, karena berpotensi mengganggu keseimbangan anggaran. Dan jika belanja tak terduga terlalu besar, akan menjadi indikasi kurangnya perencanaan atau adanya potensi penyalahgunaan anggaran,” paparnya.
Senada, Perwakilan Fraksi Nasdem-PSI, Donny Victorius mengatakan, pihaknya menyoroti realisasi BTT yang jauh dibawah anggaran. Menurutnya, hal tersebut dapat berpengaruh terhadap pembangunan sektor lain.
“Hal ini menurut Fraksi Nasdem-PSI DPRD Kota Malang menunjukkan masih lemahnya perencanaan penganggaran. Sehingga
anggaran yang harusnya bisa digunakan di sektor lain, menjadi tidak maksimal,” tuturnya.
Lebih jauh, Donny menyoroti, anggaran masuk yang tidak maksimal. Ini terkait dengan penegakan hukum melalui Satpol-PP, penyerapan anggarannya tidak maksimal, yakni sebesar 49,70 persen dari Rp 3,1 miliar.
“Terkait penegakan Perda, Fraksi Nasdem-PSI meminta penjelasan bagaimana indikator penegakan Perda yang diukur dalam menilai kinerja Satpol PP Kota Malang. Mengingat begitu banyaknya pelanggaran Perda yang kasat mata terjadi, namun terlihat dibiarkan oleh Satpol-PP,” katanya.
Perwakilan Fraksi PKB, Saniman Wafi menyoroti, tidak terpenuhinya target pajak daerah. Termasuk realisasi retribusi parkir tepi jalan dan parkir khusus.l yang masih kurang dari target.
“Target parkir tepi jalan sebesar Rp8,5 miliar dan parkir khusus sebesar Rp6 miliar, total target Rp14,5 miliar, namun terealisasi hanya Rp10,9 miliar. Padahal potensi parkir Kota Malang begitu luar biasa, bahkan hasil kajian salah satu lembaga Perguruan Tinggi, potensi Kota Malang diangka Rp75 miliar,” paparnya.
Terakhir, Perwakilan Fraksi Damai, Eko Hadi Purnomo, mendorong pemetaan ulang terkait skala prioritas kebutuhan setiap OPD. Ia menekankan, besarnya angka Silpa merupakan gambaran mengenai ketidakmatangan dalam sebuah perencanaan kerja.
“Fraksi Damai berharap kepada Pemkot Malang, akan adanya pemetaan yang tepat dengan skala prioritas dari masing-masing OPD terhadap kegiatan yang bersifat pasti di setiap tahun. Termasuk juga kegiatan-kegiatan yang bersifat insidentil, sehingga akan meminimalisir besaran angka SILPA pada akhir tahun anggaran,” tukasnya. (bas/rhd)