Pamekasan, SERU.co.id – Enam (6) Bulan berjalan, layanan cuci darah Hemodialisis (HD) shift 4 Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Smart Martodirdjo Pamekasan dihentikan, lantaran tidak sesuai standar.
Humas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Pamekasan, Ari Udiyanto menuturkan, pemberhentian itu dilakukan setelah BPJS Kabupaten Pamekasan menemukan kejanggalan melonjaknya tagihan pembayaran.
Diketahui, shift 4 cuci darah ini berjalan sejak November 2024 tahun lalu, namun tanpa koordinasi dengan BPJS Kesehatan. Akhirnya, dihentikan usai tidak sesuai standar yang ditentukan Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI), ketidaksesuaian ini terjadi pada alat dan sumber daya manusia (SDM).
“Perlu dipahami bahwa BPJS Kesehatan bukanlah regulator. Regulasi telah ditetapkan oleh instansi yang berwenang. Kami bertugas sebagai penjamin pembiayaan layanan kesehatan bagi peserta dan bekerja sama dengan pemberi layanan,” ujar Ari Udiyanto.
baca juga: RSUD Pamekasan Resmikan Instalasi Pelayanan Jantung dan Vaskular Terpadu
Terkait dengan temuan di RS Smart, ungkap Ari, BPJS menyatakan bahwa memang telah terjadi penambahan shift layanan tanpa koordinasi. Selain itu, audit sementara menunjukkan beban kerja tenaga perawat yang mencapai 10,5 jam per hari, yang dinilai berlebihan terutama untuk layanan cuci darah yang memiliki durasi tertentu.
“Dari yang seharusnya 3 shift, ternyata bertambah 4 shift. Kami tidak menolak adanya penambahan shift, bahkan kami mendukung apabila layanan bisa ditingkatkan menjadi tiga atau empat shift. Namun, semua harus berjalan sesuai dengan prosedur,” tambahnya
Menanggapi hal tersebut, Direktur RSUD Smart Pamekasan Raden Budi Santoso mengatakan, sebanyak 150 pasien butuh Hemodialisis (Hd) secara rutin, namun hanya 72 yang bisa di fasilitasi RSUD Smart Pamekasan.
“Alasan kemanusiaan sehingga kami lakukan penambahan jadwal, supaya yang Hd keluar Pamekasan ini kita akomodir. Di RS lain Sumenep – Sampang itu penuh, sehingga kasihan jika harus dirujuk ke Surabaya,” katanya.
baca juga: Pola Hidup Tidak Sehat, 1.283 Orang di Kabupaten Malang Alami Gagal Ginjal
Selain harus dirujuk ke Surabaya, lanjut Budi, banyak yang harus di pikirkan, diantaranya pembiayaan yang cukup besar disertai faktor kemanusiaan.
“Alasan kemanusiaan yang membuat kami lakukan penambahan itu,” ujar Raden Budi. (udi/mzm)