Hari Anak Nasional, Pemkot Malang Tegaskan Komitmen Perlindungan Anak Butuh Aksi Nyata

Hari Anak Nasional, Pemkot Malang Tegaskan Komitmen Perlindungan Anak Butuh Aksi Nyata
Peringatan Hari Anak di Kota Malang. (ist)

Malang, SERU.co.id – Pemerintah Kota (Pemkot) Malang menegaskan komitmennya dalam memperkuat perlindungan anak. Langkah tersebut membutuhkan aksi nyata, baik melalui kebijakan maupun program pemerintah.

Wali Kota Malang, Wahyu Hidayat menyampaikan, ada dua isu besar yang perlu menjadi perhatian, antara lain kekerasan anak dan bullying. Hal tersebut disampaikan dalam peringatan Hari Anak Nasional (HAN) 2025 dan gerakan Indonesia Menabung.

Bacaan Lainnya

“Kita harus menekan bullying dan kekerasan terhadap anak. Kalau tidak ditangani sekarang, mereka yang akan menentukan masa depan Indonesia bisa tumbuh dalam kondisi tidak ideal,” seru Wahyu, saat hadir di kantor UPT PPA, Minggu (27/7/2025).

Hari Anak Nasional, Pemkot Malang Tegaskan Komitmen Perlindungan Anak Butuh Aksi Nyata
Pemkot Malang menegaskan, komitmen perlindungan anak membutuhkan aksi nyata. (ist)

Isu bullying dan kekerasan terhadap anak menjadi salah satu fokus utama Pemerintah Kota Malang di tahun 2025. Ia menilai, penanganan serius terhadap masalah ini menjadi kunci dalam mewujudkan generasi penerus yang berkualitas menuju Indonesia Emas 2045.

Sebagai bentuk keseriusan, Pemkot Malang tengah mengusulkan pembentukan dinas baru yang secara khusus menangani isu perlindungan anak dan perempuan. Saat ini, fungsi tersebut masih berada di bawah Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Sosial P3AP2KB.

“Kami ingin memecah UPT menjadi dinas tersendiri, agar lebih fokus menangani perlindungan anak dan perempuan. Usulan sudah dibahas, inshaAllah segera kita realisasikan setelah mendapat persetujuan,” ungkapnya.

Orang nomor satu di jajaran Pemkot Malang itu juga menekankan pentingnya kerja sama lintas sektor sebagai aksi nyata. Pemkot Malang telah menjalin kolaborasi dengan Komnas Perlindungan Anak, Komnas Perempuan, lembaga swadaya masyarakat, hingga perguruan tinggi. Kolaborasi itu bertujuan sebagai upaya membangun sistem perlindungan yang komprehensif dan berkelanjutan.

Kepala Dinas Sosial P3AP2KB Kota Malang, Donny Sandito mengungkapkan, peringatan Hari Anak 2025 dirancang sebagai ajang edukasi yang ramah anak. Puluhan kegiatan digelar, mulai dari lomba seni, permainan tradisional, layanan konseling gratis, hingga edukasi mengenai hak-hak anak.

“Kami ingin anak-anak merasa dilibatkan dan dihargai. Hari ini bukan hanya milik mereka, tapi juga panggilan bagi orang dewasa untuk lebih hadir dan peka terhadap kehidupan anak-anak,” ujarnya.

Ia menegaskan, perlindungan anak adalah tanggung jawab kolektif semua pihak. Pernyataan saja tidak cukup untuk mewujudkan perlindungan anak, tapi dibutuhkan tindakan nyata bersama.

“Dibutuhkan upaya lebih dari sekadar pernyataan. Yaitu aksi nyata melalui kebijakan, ruang aman dan sistem dukungan yang kuat,” tuturnya.

Ketua Komnas Perlindungan Anak Jawa Timur, Febri Kurniawan Pikulan mengatakan, pihaknya menerima rata-rata 3 hingga 7 laporan kasus kekerasan anak setiap harinya. Laporan yang masuk mencakup pendampingan psikologis, hukum, hingga permintaan edukasi dan sosialisasi di sekolah.

“Masalah perlindungan anak tidak bisa dianggap remeh. Kasus yang terungkap hanya sebagian kecil. Banyak yang tidak dilaporkan, karena tekanan sosial atau ketidaktahuan,” jelas Febri.

Ia menekankan, sebagian besar kekerasan terjadi di ruang privat, seperti rumah dan sekolah. Oleh karena itu, pencegahan harus melibatkan komunitas terdekat anak, mulai dari keluarga, tetangga, hingga RT dan RW.

“Jika terjadi kekerasan, yang paling tahu itu bukan wali kota atau polisi, tapi keluarga dan tetangga. Maka pendekatan komunitas menjadi penting,” tambahnya.

Untuk itu, Komnas Perlindungan Anak Jatim tengah menggagas model kerja berbasis komunitas lokal. Pihaknya akan mendorong pelibatan aktif perangkat desa, Karang Taruna dan PKK dalam upaya deteksi dini anak-anak yang mengalami masalah.

“Kita perlu strategi nyata, bukan sekadar sosialisasi. Dengan pendekatan komunitas, kita bisa tahu siapa anak-anak yang perlu bantuan. Di situlah gerakan harus dimulai,” pungkasnya. (bas/rhd)

 

disclaimer

Pos terkait