Disorot DPRD Kota Malang, Perumda Tunas Optimalkan Pengelolaan RPH RPA

Disorot DPRD Kota Malang, Perumda Tunas Optimalkan Pengelolaan RPH RPA
Direktur Perumda Tunas menjelaskan, upaya memaksimalkan pengelolaan RPH dan RPA. (bas)

Malang, SERU.co.id – Perumda Tunas menjadi sorotan DPRD Kota Malang, karena dinilai belum signifikan dalam menyumbang PAD (Pendapatan Asli Daerah). Menanggapi hal tersebut, Perumda Tunas berupaya memaksimalkan pengelolaan RPH (Rumah Potong Hewan) dan RPA (Rumah Potong Ayam).

Direktur Utama Perumda Tunas, Dodot Tri Widodo mengungkapkan, kedua unit usaha tersebut masih tetap berjalan. Diakuinya, memang tidak mudah menjalankan bisnis tersebut, terutama pengelolaan RPA.

Bacaan Lainnya

“RPA itu baru diresmikan pada akhir 2021. Kami menghadapi tantangan, karena bisnis ayam ini di pasaran sudah dikuasai oleh integrator pemain besar,” seru Dodot, Kamis (10/7/2025).

Dodot mencontohkan, perusahaan besar, seperti PT Charoen Pokphand Indonesia dan PT Japfa Comfeed Indonesia telah menguasai pasaran. Perusahaan besar dikatakan sebagai integrator, karena menjual layanan jasa hingga produk jadi dari suatu komoditas.

“Bisnis ayam tersebut end-to-end solusinya, mulai dari breeding, pakan, obat, produk DOC, pemotongan hingga pengolahan produk ayam. Jadi kami masuk hanya di tengah, yaitu bisnis RPA saja,” ungkapnya.

Perumda Tunas berupaya memaksimalkan pengelolaan RPA dan RPH dengan mencari proyek pemerintah untuk mendongkrak omzet. Alumni Fakultas Ekonomi UB itu mengatakan, sasarannya potensi proyek yang free market competition (bebas kompetisi pasar).

“Misalnya, proyek dari Badan Pangan Nasional dengan program penanggulangan KBS (Keluarga Berisiko Stunting). Dalam hal ini pemerintah memberikan bantuan, salah satunya berupa bantuan pangan protein yang dipasok dari kami,” bebernya.

Selain itu, Perumda Tunas juga mendapatkan proyek sebesar Rp1,7 miliar dari Dinkes Kota Malang dalam program Posyandu. Dispangtan Kota Malang juga menjalin kemitraan dengan Perumda Tunas terkait program GPM (Gerakan Pangan Murah).

“Kami menjual pangan murah kepada masyarakat, baik bahan pangan protein maupun bahan pangan beras. Tahun 2024 kemarin lumayan banyak, kami ikut berpartisipasi di 50 titik lebih,” terangnya.

Diakui Dodot, saat dirinya mengawali posisinya sebagai direktur utama, juga menghadapi kendala pengelolaan RPH. Kendala tersebut terkait harga pemotongan hewan yang tidak sebanding dengan keuntungan yang didapatkan.

“Awalnya memang rugi, karena pendapatan kecil sementara biayanya besar. Salah satunya terkait tarif potong sapi, waktu saya masuk hanya Rp55.000,” ujarnya.

Perlahan-lahan ia melakukan negosiasi dengan para jagal, terkait murahnya biaya dan keuntungan yang didapatkan. Akhirnya disepakati kenaikan harga potong sapi menjadi Rp70.000 dan meningkat Rp90.000.

“Sedangkan tarif potong kambing meningkat dari Rp9.000 menjadi Rp15.000. Adapun tarif potong babi dari Rp70.000 menjadi Rp100.000,” paparnya.

Sebelumnya, Ketua Komisi B DPRD Kota Malang, Bayu Rekso Aji menyoroti, dua badan usaha milik daerah yang dinilai belum optimal. Yang menjadi sorotan, antara lain BPR Tugu Arta dan Perumda Tunas.

“Perumda Tunas dan BPR Tugu Artha masih perlu didorong meski secara tahun ke tahun sudah mengalami tren peningkatan. Untuk Perumda Tunas bisa fokus pada salah satu usaha yang paling menguntungkan,” tuturnya.

Bayu menilai, tidak perlu semua usaha dilakukan yang justru menyebabkan bertambahnya beban. Menurutnya, diperlukan peran wali kota untuk bisa mengintervensi Perumda Tunas. (bas/rhd)

disclaimer

Pos terkait