Dua Tahun Rela Tak Digaji, Kini Nanang Jadi Programmer Bonsai Handal di Indonesia

Nanang bersama sejumlah bonsai koleksinya di rumahnya di Kota Bojonegoro - Dua Tahun Rela Tak Digaji, Kini Nanang Jadi Programmer Bonsai Handal di Indonesia
Nanang bersama sejumlah bonsai koleksinya di rumahnya di Kota Bojonegoro.

Bojonegoro, SERU.co.id – Nama Nanang Syarifudin (39), cukup diperhitungkan dalam dunia bonsai di Indonesia. Betapa tidak,  pria kelahiran 24 April 1983 tercatat sebagai trainer dan programmer bonsai nasional asal Bojonegoro.

Sejumlah kolektor bonsai di sejumlah kota di Jatim bahkan di Pulau Bali, kini dalam penanganan Nanang. Ada ratusan bonsai milik sejumlah kolektor di sejumlah kota itu menunggu sentuhan tangan dingin mantan staf administrasi di perguruan tinggi di Bojonegoro itu. Ia punya jadwal rutin kapan harus mengunjungi “pasiennya” itu.

Bacaan Lainnya

Diakui Nanang, di Indonesia programer bonsai jumlahnya tidak sampai mencapai 20 orang. “Jadi profesi ini masih sangat menjanjikan,” tuturnya.

Meski mengakui senang bonsai sejak SMA, namun tidak mudah baginya untuk merah skil seperti sekarang ini. Ditemui di rumahnya yang dipenuhi bonsai, di Jalan Moh Rosyid, Desa Pacul Kec/Kabupaten Bojonegoro, Nanang nampak asyik melakukan perawatan Bonsai bersama asistennya.

Mulailah Nanang bertutur awal mula dia terjun dan menekuni bonsai. Kala itu. Tahun 2007, komunitas pecinta bonsai Bojonegoro mendatangkan trainer  bonsai Tresno Mulyo dari Pasuruan. Saat itu, Nanang  tidak memiliki cukup uang untuk ikut training. Namun  beruntung,  salah satu panitia Budi Yulianto yang dia kenal mengajak bergabung dengan tanpa membayar alias gratis. Dari kegiatan itulah awala perkenalan Nanang dengan trainer Tresno Mulyo, trainer Bonsai ternama dari Pasuruan.

Kegigihan dan rasa ingin tahu Nanang yang tinggi meluluhkan hati Tresno Mulyo, hingga akhirnya Nanang dipercaya untuk menjadi asistennya. Selama  2 tahun, Nanang mendampingi Tresno rela tidak menerima bayaran. Di tahun ke 3 hingga tahun ke 8, Nanang baru menerima uang dari hasil pekerjaan sebagai asisten.

”Keinginan yang begitu besar untuk belajar bonsai saya rela menjadi asisten Pak Tresno  tanpa bayaran, dan itu saya jalani selama 2 tahun,  yang penting saya dapat ilmunya,” tutur Nanang.

Setelah merasa yakin dan melihat prospek Bonsai, Nanang memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya sebagai staff di salah satu Perguruan tinggi Bojonegoro.

Atas kegigihan dan keseriusannya, 5 tahun belakangan, Nama Nanang sebagai progammer masuk dalam radar kolektor bonsai nasional. Karya Nanang banyak mendapat apresiasi oleh kolektor bonsai nasional bahkan Asia.

Tingginya harga sebuah Bonsai, salah satunya ditentukan siapa programernya. Seperti halnya lukisan, nama pelukis sangat menentukan harga lukisan, begitu juga karya Bonsai, ditentukan oleh nama programernya. Semakin baik karya  programer semakin mahal harga bonsai.

Kini Nanang memiliki jadwal tetap dan dipercaya menangani bonsai milik kolektor besar di sejumlah kota di Jawa timur, Jabodetabek bahkan hingga ke Bali.Terjadwal, dalam satu bulan, Nanang diminta oleh kolektor bonsai untuk  melakukan pembuatan (program) bonsai ke beberapa kota di Jawa Timur, diantaranya Tuban, Lamongan, Nganjuk dan Ngawi.

Dia menjelaskan ada sekitar 700 pohon bonsai yang ditangani, di Tuban ada sekira 100 pohon, Lamongan 300 pohon, Nganjuk dan Ngawi sekitar 200 pohon.

”Programmer bonsai itu bertugas membuat bonsai dari bahan awal yang masih berupa dangkelan hingga dibentuk dan jadi bonsai, masing masing kota yang saya kunjungi  rata rata pengerjaan 100-200 pohon, dan membutuhkan 5 hingga 7 hari,” Jelas Nanang.

Setelahnya, setiap 3 bulan, Nanang terbang ke Pulau Bali, Bekasi dan Malang untuk  mengerjakan program bonsai dari 3 Kota itu total 300 pohon milik kolektor yang dia tangani. Di setiap perjalanan kerjanya, transportasi, akomodasi semua ditanggung oleh pemilik bonsai.

Disinggung tentang tarif atau bayaran yang diterima, Bapak dari Satir dan Nasya menjawab sambil tersenyum.

 ” Ya lumayan lah, bisa membuat dapur istri saya mengebul,” ucapmya.

Menurutnya, atas keahliannya itu, ia melakukan pembuatan bonsai dengan menerima bayaran 1,5 juta rupiah perharinya. Rata rata dia membutuhkan 5 hari kerja untuk pembuatan, penanganan dan adviser bonsai. Karuan saja penghasilan Nanang perbulannya bisa mengalahkan gaji manager di perusahaan. Belum lagi jika bonsai miliknya diminati kolektor dan laku terjual.

“Saat melakukan kunjungan kerja, saya tidur dan makan di hotel, semua bos saya yang nanggung, pekerjaan sebagai programmer bonsai sebenarnya sangat menjanjikan, syaratnya mesti ulet, telaten dan open mainded, terbuka dalam pikiran dan pergaulan,” ungkapnya.

“Mindsed menjadi seorang seniman bonsai sangat penting, seringkali pelaku seni bonsai berhenti pada titik puas, padahal masih banyak yang perlu dipelajari, karena bonsai itu dinamis mengalami berubah gaya dan model, dan programmer dituntut mengikuti perubahan style bonsai,” ujarnya.

Bojonegoro Potensial Pengembangan Bonsai

Bisnis dalam dunia bonsai sangat menjanjikan, bonsai adalah sebuah investasi yang memiliki nilai jual hingga ratusan juta bahkan milyaran rupiah. Kalau di Indonesia orang tua mewariskan pusaka, berupa keris, tombak dan pusaka lainnya, di Negara Jepang, bonsai menjadi warisan yang sangat berharga dan bernilai tinggi.

Lebih lanjut Nanang menuturkan, Bojonegoro memiliki potensi bonsai yang sangat besar. Letak geografi Bojonegoro yang memiliki wilayah hutan yang luas menjadikan bahan bonsai di Bojonegoro melimpah.

“Bojonegoro memilki potensi bagus di segi enyedia bahan. Jika digarap dengan baik, Bojonegoro berpotensi menjadi penyedia bahan bonsai, terutama bonsai jenis Iprik, Asem, Beringin dan serut,’ jelasnya.

”Saat ini di Bojonegoro telah terbentuk banyak komunitas Pecinta Bonsai, ini adalah embrio UKM Bonsai, saya berharap seperti UKM yang lainnya, UKM Bonsai juga mendapat perhatian dari Pemerintah Daerah,” serunya.

Nanang pun mengajak para pelaku bonsai di Bojonegoro baik pengrajin, petani, penjual untuk tetap semangat dan optimis. Pecinta bonsai di Bojonegoro sebenarnya sangat potensial untuk berkembang menjadi trainer atau programer yang baik.

“Kuncinya adalah jangan berhenti berkarya dan cepat puas dengan capaian dimilikinya karena bonsai itu dinamis tidak pernah berhenti di satu titik,” pungkasnya. (*/ono)

disclaimer

Pos terkait