Malang, SERU.co.id – Topeng adalah salah satu kesenian tari tradisional dari Kota Malang, Jawa Timur. Tari topeng Malang berkembang dari masa kerajaan yang mempunyai sejarah panjang yang harus dilestarikan.
Penggagas Kampung Budaya Polowijen (KBP), Isa Wahyudi alias Ki Demang mengatakan, berdirinya kampung Polowijen karena merupakan salah satu tempat bersejarah yaitu situs pemakaman Mbah Reni. Pada tahun 1980 Mbah Reni atau yang sering disapa Ki Condro Suono, dianggap sebagai empu topeng Malang.
“Mbah Reni berasal dari kampung Polowijen yang kemudian mengembangkan kesenian Tari Topeng Malang di kampung Polowijen,” seru Ki Demang saat ditemui di kediaman KBP.
Menurutnya, Mbah Reni dikenal sebagai pengukir topeng terkenal yang menjadi salah satu kesenian yang disukai oleh Bupati Malang ke empat Adipati Aryo Suryo Adiningrat. Dimana saat itu, beliau memerintahkan kepada seluruh lurah atau kepala desa untuk membuat kesenian yang khas untuk Kota Malang.
“Topeng tersebut terbuat dari kayu khusus yaitu kayu sengon, namun seiring berjalannya waktu ya topeng tidak lagi dibuat dari kayu. Tetapi menggunakan bahan-bahan yang lain seperti fiber, juga menggunakan grabah dan logam,” paparnya.
Ki Demang mengungkapkan, terdapat banyak juga kantong-kantong topeng yang masih dilestarikan sampai sekarang ini, salah satunya di kampung Polowijen. Terdapat juga berbagai jenis karakter dari topeng Malang yang mengambil epos Panji.
Total 74 karakter topeng, dan karakter tersebut dibagi menjadi 3 kategori tokoh antagonis, tokoh protagonis, tokoh karakter binatang. Untuk menyempurnakan karakter-karakter tersebut harus didukung oleh kostum yang dikenakan pada saat pertunjukan.
“Ada banyak ragam kesenian pertunjukan dari Topeng Malang dengan menggunakan berbagai macam lakon. Diantaranya lakon Rabine Panji, Saimboro, Sadolanan dan Kiwi Suci Mukso,” imbuhnya.
Selanjutnya, sejarah berkembangnya Tari Topeng Malang ada sejak zaman kerajaan Kanjuruhan saat raja Gajahyana sedang melakukan upacara ritual dan persembayangan. Hal itu dilakukan sebagai salah satu penghormatan terhadap ayahnya yakni raja Gajahyana.
“Saat itu wajahnya sedang ditutupi oleh topeng yang terbuat dari lempengan emas,” ujarnya.
Topeng diistilahkan dengan Puspa Sarira pada masa itu. Sejak zaman kerajaan Singosari topeng Malang hidup kembali di masa Raja Kertanegara. Karena banyak menemukan semacam topeng atau relief candi yang menandakan bahwa topeng itu benar ada.
“Tidak hanya sejak zaman kerajaan Majapahit, tetapi topeng tersebut sudah ada sejak zaman Hayam Wuruk dan beberapa kerajaan lainnya,” terangnya.
Ki Demang menuturkan, waktu itu topeng Malang masih menjadi alat untuk bersembahyang dan upacara adat. Tapi pada masa Kerajaan Hayam Wuruk, topeng sudah menjadi sebuah seni dalam atraksi pertunjukan.
Akan tetapi, dikatakannya, sekarang kesenian topeng sedang mengalami pasang surut. Termasuk pengrajin topeng yang memang sekarang sudah sangat langka, juga pertunjukan tari topeng menjadi persoalan tersendiri.
Atraksi Tari Topeng dipertunjukkan pada saat acara-acara tertentu yang digunakan untuk seni pertunjukan topeng Malang seperti acara bersih desa dan event-event tertentu. Ki Demang berharap semua pihak bisa ikut melestarikan kesenian asli Malang ini.
“Harapannya orang-orang wajib perlu ikut melestarikan topeng Malangan tersebut agar tidak terjadi kepunahan,” tutupnya. (mg1/jaz/rhd)
Baca juga:
- FKH UB Edukasi Manajemen Kurban dengan Prinsip Ihsan dan Higienis ke Anggota DMI dan Juleha
- Bupati Jember Raih Predikat WTP dari BPK
- Diduga Cemarkan Nama Baik, Ketua Komisi IV DPRD Laporkan Dua Akun Sosmed ke Polres Situbondo
- UB Kukuhkan Lima Profesor Baru Lintas Bidang Ilmu
- BPN Dorong Sensus Percepat 751 Lahan Wakaf Kota Malang Segera Bersertifikat