Polemik UU Tipikor Ahli Sebut Penjual Pecel Lele Bisa Dijerat Korupsi

Polemik UU Tipikor Ahli Sebut Penjual Pecel Lele Bisa Dijerat Korupsi
Penjual pecel lele di pinggir jalan. (ist)

Jakarta, SERU.co.id – Sidang uji materi UU No 31 Tahun 1999 Tipikor di Mahkamah Konstitusi memunculkan polemik baru. Salah satu pendiri dan pengajar Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Chandra M. Hamzah, menyampaikan pernyataan kontroversial. Menurutnya, pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor sangat problematik karena bisa menjerat penjual pecel lele sebagai pelaku korupsi.

Chandra menilai, kedua pasal tersebut terlalu luas, multitafsir dan berpotensi disalahgunakan. Karena tidak memenuhi asas lex certa (rumusan delik harus jelas) dan lex stricta (tidak boleh ditafsirkan secara analogi).

Bacaan Lainnya

“Penjual pecel lele bisa dikategorikan melakukan tindak pidana korupsi. Ada unsur perbuatan, melawan hukum, memperkaya diri dan merugikan keuangan negara. Jika berjualan di trotoar yang merupakan fasilitas negara,” seru Chandra.

Chandra mengatakan, trotoar adalah aset publik. Jika ada kerusakan atau terganggunya fungsi trotoar akibat pedagang liar, maka secara literal bisa saja dianggap merugikan keuangan negara. Maka dari itu, ia menyarankan, Pasal 2 ayat (1) dihapus.

“Kemudian Pasal 3 direvisi dengan membatasi subjek hukum hanya pada Pegawai Negeri dan Penyelenggara Negara. Sebagaimana amanat Article 19 UNCAC (Konvensi Antikorupsi PBB) yang telah diratifikasi Indonesia,” tambahnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Johanis Tanak menanggapi dengan nada kritis. Ia mengingatkan, pendapat hukum harus disertai dasar teori kuat, bukan sekadar asumsi retoris.

“Pendapat boleh-boleh saja. Kalau Pasal 2 dan 3 dinilai bermasalah, tunjukkan dasarnya secara akademik,” ujar Tanak.

Tanak menegaskan, secara logika dan hukum, tidak mungkin penjual pecel lele di trotoar dapat dikualifikasikan sebagai pelaku korupsi. Ia mengacu pada prinsip notoire feiten dalam hukum acara pidana. Yakni fakta yang diketahui umum tidak perlu dibuktikan lagi. (aan/mzm)

disclaimer

Pos terkait