Malang, SERU.co.id – Museum Mpu Purwa Kota Malang menggelar kegiatan seminar koleksi. Acara tersebut melibatkan para guru jenjang SD-SMP, dengan mengenalkan peninggalan sejarah lokal untuk memperkuat nasionalisme.
Kepala Bidang Kebudayaan Disdikbud Kota Malang, Juli Handayani mengungkapkan, kegiatan tersebut melibatkan para guru sekolah negeri maupun swasta. Para peserta dikenalkan arca peninggalan purbakala yang masih tersimpan rapi di storage atau belum terpublikasikan sebelumnya.
“Kita perlu membahas dan mendiskusikan koleksi Museum Mpu Purwa yang perlu dilestarikan. Tujuannya, agar masyarakat mengetahui kearifan sejarah lokal untuk lebih menumbuhkan nasionalisme bangsa,” seru Juli, Rabu (18/6/2025).
Juli menuturkan, guru memiliki peran besar dalam mentransfer ilmu pengetahuan, serta menanamkan nasionalisme murid. Karena itu, peserta seminar ini banyak melibatkan guru dengan berbagai latar belakang mata pelajaran.
“Harapannya, mereka bisa menyebarkan ilmu yang didapat dari seminar ini kepada para murid. Apalagi kami sadar betul, tidak semua sekolah bisa dengan mengakses Museum Mpu Purwa, karena masalah transportasi,” ungkapnya.
Juli menjelaskan, ada sekitar 20-an arca yang masih tersimpan di storage, karena belum ada tempat penataannya. Namun seminar kali ini fokus mengenalkan dua arca, serta satu situs bersejarah di Kota Malang.
Peneliti Sejarah, Nona Nur Madina menerangkan, dirinya mengenalkan arca Ganesha Senaputra dan arca Dewi Durga Senaputra. Dua arca tersebut sebelumnya disimpan di Senaputra sebelum dievakuasi Museum Mpu Purwa.
“Arca Ganesha paling banyak ditemukan, karena termasuk dewa yang paling dihormati dalam sejarahnya. Tiga peran Dewa Ganesha, yaitu sebagai pelindung ilmu dan seni, penghalau rintangan/bencana dan sebagai penimbang hal baik maupun buruk,” beber Nona, sapaannya.
Dalam kesempatan itu, Nona mengenalkan secara spesifik arca Ganesha Senaputra yang dinilai memiliki keunikan. Pada arca tersebut, Ganesha digambarkan mengenakan mahkota dengan jamang, kalung, gelang, ikat perut dan belalai meliuk ke kanan.
“Saya juga mengenalkan arca Dewi Durga, dimana arca ini menjadi bahan penelitian studi S3 saya. Sebenarnya arca ini menggambarkan Dewi yang cantik mempesona, namun terdapat pergeseran makna pada abad ke-11. Digambarkan begitu menyeramkan, bertaring dan menjadi pimpinan raksasa,” ujarnya.
Arca Dewi Durga Senaputra diperkirakan berasal dari era sebelum Kerajaan Majapahit, karena minimnya ragam hias. Keunikan yang ditonjolkan, terkait kisah emansipasi perempuan yang kerap disepelekan, namun bisa menghalau semua iblis pengacau kahyangan.
“Materi yang didapatkan para guru harus ditularkan kepada para muridnya. Banyak murid sekarang tahunya, semisal Candi Prambanan dan Candi Borobudur, tapi tidak tahu sejarah lokal yang menjadi fondasi nasionalisme,” jelasnya.
Senada, Ketua TACB (Tim Ahli Cagar Budaya) Kota Malang, Rakai Hino Galeswangi menerangkan, menumbuhkan nasionalisme harus diawali dari sejarah lokal. Ada banyak sejarah lokal di sekitar beserta temuan-temuan benda bersejarah yang jarang diketahui.
“Saya mengenalkan situs Makam Kesek yang ada di Kelurahan Arjosari. Sebenarnya ada banyak benda bersejarah di sana, namun sebagian hilang,” terangnya.
Hilangnya benda-benda bersejarah tersebut, karena kurang terawat dan belum dievakuasi ke museum. Proses pemeliharaan tidak mudah dan menghadapi sejumlah tantangan, seperti kurangnya tenaga SDM kepurbakalaan maupun kentalnya nilai sosial masyarakat.
“Dulunya masyarakat menolak, karena takut ada bala jika benda bersejarah dipindahkan. Tapi terus kami berikan pengertian, agar bisa dievakuasi demi keamanan benda tersebut. Apalagi sebelumnya temuan menyatunya lingga dan yoni yang unik sudah hilang,” urai Raka, sapaan akrabnya.
Raka mengatakan, situs Makam Kesek menarik dipelajari masyarakat untuk mengungkap sejarah Kelurahan Arjosari dan Polowijen di masa silam. Wilayah yang dulunya menyatu itu diketahui ada sejak masa Hindu-Budha berdasarkan keterangan Prasasti Wurandungan.
baca juga: Museum Mpu Purwa Perkenalkan Tiga Koleksi Masterpiece Arca dan Prasasti
“Semua peninggalan di situs tersebut sudah dievakuasi. Semoga ini menjadi pembelajaran bersama untuk merawat peninggalan bersejarah dan membuat kita semakin mencintai Indonesia,” pungkasnya.
Sebagai informasi, kegiatan seminar koleksi digelar selama dua hari, Rabu-Kamis (18-19/6/2025). Total peserta sebanyak 200 orang dan dibagi di masing-masing hari pelaksanaan. (bas/rhd)