ICW Bongkar Kucuran Pemerintah untuk Influencer Rp 90 M

Peneliti ICW, Egi Primayogha. (ist)

Jakarta, SERU.co.id – Indonesian Corruption Watch (ICW) menemukan anggaran pemerintah pusat untuk influencer sebesar Rp 90,45 miliar, dalam sosialisasi kebijakan sepanjang tahun 2014 sampai 2019. Penggunaan influencer tersebut, mulai marak dilakukan pemerintah sejak 2017. Temuan belanja ini bisa dilihat dari Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE).

Peneliti ICW, Egi Primayogha mengungkapkan, ICW menggunakan kata kunci ‘influencer’ dan ‘key opinion leader’ untuk menemukan pembayaran tersebut dari LPSE dan menemukan 40 hasil.

Bacaan Lainnya

Secara rinci pembayaran kepada influencer telah dilakukan sejak 2017 lalu. Pada tahun 2017, terdapat pengeluaran sebesar Rp 17,68 miliar dengan pengadaan 5 paket. Kemudian, setahun berikutnya, menjadi 15 paket dengan jumlah Rp 56,55 miliar. Tahun 2019 menurun menjadi Rp 6,67 miliar dengan 13 paket. Pada tahun ini, sudah tercatat ada 7 paket pengadaan dengan nilai Rp 9,53 miliar.

Sejumlah Kementerian yang tercatat menggunakan anggaran tersebut, di antaranya Kementerian Pariwisata dengan 22 paket senilai Rp 77,6 miliar, Kementerian Komunikasi dan Informatika sebesar Rp 10,83 miliar, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Rp 1,6 miliar, Kementerian Perhubungan Rp 195,8 juta, dan Kementerian Pemuda dan Olahraga Rp 150 juta.

Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G Plate menyatakan, dirinya tidak mengetahui terkait pembayaran influencer tersebut. Johnny mengatakan, Kemenkominfo memiliki program coaching clinic sebagai bagian dari Gerakan Nasional Siberkreasi pada 2018 yang melibatkan influencer.

“Program coaching clinic school of influencer oleh Kominfo tersebut bukan untuk membiayai influencer, tetapi pelatihan bagi yang berminat berprofesi sebagai influencer,” jelas Johnny, dikutip dari Kompas.

Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Donny Gahral Adian menerangkan, keterlibatan influencer untuk memudahkan masyarakat dalam memahami pesan dari pemerintah. Influencer sengaja dilibatkan karena memiliki banyak pengikut di sosial media dan bahasa yang digunakan mudah dipahami generasi milenial.

“Influencer itu kan menggunakan sosial media (sosmed). Sosmed kan banyak yang menggunakan. Jadi jangkauannya lebih luas, terutama di kalangan milenial,” ujar Donny.

Menurutnya, anggaran Rp 90,45 miliar itu merupakan anggaran kehumasan untuk banyak alokasinya. Misalnya untuk iklan layanan masyarakat, untuk memasang iklan di media cetak, audio visual, sosialisasi, bikin buku, atau lainnya.

“Jadi tidak semua untuk influencer,” imbuh Donny.

Donny mengatakan pemerintah pun tak sembarang memilih influencer. Mereka akan menunjuk orang-orang yang kompeten dan menguasai masalah.

“Kalau menyosialisasikan kebijakan yang benar apa salahnya? Kecuali mereka memutarbalikkan fakta, membuat baik apa yang tidak baik, hanya me-make up saja sesuatu yang buruk. Toh, mereka berbicara apa adanya,” tandas Donny. (hma/rhd)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *