Ditambahkan dr Eriko, kejadian tersebut hanya menimpa 1 (satu) kelas dari total 3 (tiga) kelas yang diikuti 760 Maba. Kejadian menjelang berakhirnya kelas yang dilaksanakan mulai pukul 07.30-15.30.
“Pulangnya jam 16.00, menjelang pulang inilah terjadi. Kami mungkin salah dalam penerapan antara saat luring dan daring, dan seharusnya ada penyesuaian antara SMA/MA dengan di perguruan tinggi. Untuk itu, kami evaluasi dulu,” tandasnya.
Senada, Staf ahli Wakil Dekan III FKUB, dr Hikmawan menyatakan, dalam istilah medis disebut konversi, dengan reaksi menangis, berteriak, mengomel hingga kejang-kejang. Dampaknya, Maba terlihat capek secara fisik dan psikis, sehingga ada ketidakmampuan mengelola emosi.
“Dipicu oleh luar, bukan kesurupan, tidak ada kaitan supranatural. Tapi reaksinya memang bermacam-macam. Dalam teori induksi, orang lain ikut terpengaruh atau trans,” tandasnya. (rhd)
Baca juga:
- SPPG Tlogowaru Kota Malang Pekerjakan Masyarakat Lokal Sukseskan Program MBG, Sasar 4.800 Pelajar
- Rumah Dinas Sekda Situbondo dibobol Maling Saat Ditinggal Ibadah Haji
- Selama Libur Panjang Gunung Bromo Dibanjiri 11.735 Wisatawan Lokal dan Mancanegara
- Alfamart Gandeng Puskesmas Ardimulyo Layani Posyandu ILP dan Edukasi Balita hingga Lansia
- Wali Kota Batu Terima Audiensi Jajaran Redaksi Memo X Group di Ruang Kerja