Dinkes Batu Lakukan Pemeriksaan Baduta Stunting di RSKH, Hasil Temuan Posyandu di Puskesmas

Dinkes Batu Lakukan Pemeriksaan Baduta Stunting di RSKH, Hasil Temuan Posyandu di Puskesmas
Pemeriksaan tinggi badan dan tes darah bagi Baduta stunting. (Seru.co.id/dik)

Batu, SERU.co.id – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Batu menggelar pemeriksaan kesehatan terhadap bayi di bawah usia 2 tahun (Baduta) stunting, bertempat di ruang Seruni, Rumah sakit Hasta Brata Kota Batu, Rabu (23/7/2025). Kegiatan ini diikuti oleh sejumlah bayi Baduta dari 3 (tiga) Kecamatan se-Kota Batu.

Dari pantauan SERU.co.id, secara bergantian, para Baduta yang dibawa oleh ibunya masing-masing menjalani sejumlah pemeriksaan. Mulai dari registrasi, pengukuran tinggi badan dan berat badan, dilanjutkan dengan pemeriksaan darah untuk mengetahui jumlah sel darah merah (Hemoglobin). Dilanjutkan pemeriksaan secara mendetail oleh dokter spesialis anak dari RSKH Batu.

Bacaan Lainnya

Administrator kesehatan Ahli Muda, Dinas Kesehatan Kota Batu, Emi Kusrilowati, kepada SERU.co.id mengatakan, program pemeriksaan pada anak stunting ini sudah berjalan selama 4(empat) tahun. Program yang saat ini sedang berjalan adalah khusus untuk Baduta stunting yang ada di kota Batu. Ia menyebutkan, bayi Baduta lebih cepat penanganan untuk status gizinya.

Dokter Spesialis Anak RSKH Batu melaksanakan pemeriksaan kesehatan. (Seru.co.id/dik)
Dokter Spesialis Anak RSKH Batu melaksanakan pemeriksaan kesehatan. (Seru.co.id/dik)

“Untuk anak Balita biasanya butuh waktu yang cukup lama, tidak bisa 1 tahun atau 2 tahun. Jadi saat ini kami utamakan yang Baduta,” serunya.

Emi menuturkan, pemeriksaan yang dilakukan di rumah sakit ini dimulai dari hasil penimbangan yang didapatkan dari Posyandu dari Puskesmas masing-masing. Kemudian diambil data Baduta yang diutamakan dari warga yang kurang mampu untuk diperiksakan ke dokter spesialis anak. Setelah mendapatkan diagnosa dari dokter spesialis anak, sang bayi akan mendapatkan rekomendasi bahan makanan tambahan (BMT) seperti susu dengan tinggi kalori protein.

“Susu ini merupakan khusus untuk anak stunting,” ungkapnya.

Emi menjelaskan, dalam pemeriksaan tersebut dilakukan penimbangan atau antropometri, kemudian diperiksakan laborat untuk pemeriksaan jumlah sel darah merah. Setelah itu baru dilakukan pemeriksaan oleh dokter spesialis anak. Terakhir sang anak juga akan mendapatkan obat atau vitamin maupun juga obat penambah darah.

“Termasuk juga rekomendasi BMT berupa susu yang nantinya diberikan oleh Puskesmas yang dananya nanti dari Dinas Kesehatan,” ucapnya.

Administrator Kesehatan Ahli Muda, Dinas Kesehatan Kota Batu, Emi Kusrilowati. (Seru.co.id/dik)
Administrator Kesehatan Ahli Muda, Dinas Kesehatan Kota Batu, Emi Kusrilowati. (Seru.co.id/dik)

Emi menambahkan, pendampingan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Batu akan terus berlangsung sampai anak tersebut lolos dari status gizinya (tidak stunting lagi). Biasanya, kata Emi, anak yang sudah mengikuti anjuran dari dokter spesialis anak, biasanya dapat lolos dari status stunting.

“Kita tetap mendampingi anak ini, kita evaluasi 1 bulan ke depan bagaimana, kemudian misalnya HB-nya rendah nanti akan dilakukan evaluasi atau akan ditambahkan obat tambah darah,” imbuhnya.

Saat ditanya tentang angka prevalensi stunting di Kota Batu, menurutnya selalu mengalami kenaikan maupun penurunan. Angka prevalensi tersebut pada kisaran 10,8 sampai 11,6. Hal ini biasanya akibat dari data stunting baru yang baru masuk dan tercatat.

Emi juga menambahkan, pola makan menjadi salah satu pemicu Stunting. Ia mencontohkan banyak anak yang saat diberi makan, hanya suka nasi, sayur, atau buahnya saja. Padahal bagi si anak dibutuhkan makanan tinggi protein untuk kebutuhan pertumbuhannya.

“Anak ini butuh protein yang tinggi. Jadi untuk meningkatkan itu, bisa diberikan makanan tambahan yang disarankan dokter,” tukasnya.

Ditemui di ruangannya, dr Maya Chusniyah Sp.A. M Biomed, yang memeriksa kondisi Baduta stunting mengungkapkan temuannya selama memeriksa anak stunting. Dia mengungkapkan, ada beberapa anak yang diketahui HB-nya cukup rendah, yakni di kisaran 10 g/dL. Temuan lainnya adalah permasalahan tidur malam yang dibiasakan oleh orang tuanya.

“Ada satu anak tadi yang ternyata biasa tidur di atas jam 12.00 malam. Begini kami coba promosikan ke orang tua agar tidurnya, dibiasakan pada jam 21.00 malam,” ujarnya.

Dr. Maya jua menambahkan, beberapa di antara ibu-ibu yang membawa anaknya ternyata terjadi permasalahan pada makanan yang ditawarkan kepada anaknya.

“Makanan yang ditawarkan terkadang kurang tepat. Seharusnya anak lebih banyak diberikan makanan yang mengandung protein hewani, ketimbang makanan yang lebih banyak jumlah karbohidratnya,” pungkasnya. (Adv/dik/mzm)

disclaimer

Pos terkait