Tanggapan Psikolog Fenomena ‘Jajan’ Ala Anak Muda di Aplikasi Mi-Chat

Psikologi Klinis, Sayekti Pribadiningtyas. (ist) - Tanggapan Psikolog Fenomena 'Jajan' Ala Anak Muda di Aplikasi Mi-Chat
Psikologi Klinis, Sayekti Pribadiningtyas. (ist)

Batu, SERU.co.id – Liputan khusus SERU.co.id tentang Euforia Pemilu, Dari Bilik TPS Berlanjut Bilik Hotel mengundang berbagai tanggapan masyarakat. Salah satunya, Sayekti Pribadiningtyas, seorang Psikolog sebuah Klinik di Kota Batu ikut buka suara mengenai fenomena tersebut.

Menurut Sayekti, perilaku yang dilakukan ‘oknum’ mahasiswa setelah mendapat bayaran kemudian melakukan transaksi seksual melalui aplikasi hijau Mi-Chat, adalah sesuatu yang baru. Mungkin banyak orang yang belum tahu di aplikasi tersebut tidak hanya menyediakan layanan open BO, tapi juga ada CC/ LC (Cuddle Care/Love Care) dengan batasan-batasan tertentu. Hal tersebut merupakan trend atau cara “jajan baru” dari anak-anak muda saat ini.

Bacaan Lainnya

“Ibaratnya kalau jajan di luar, misalkan beli bakso atau martabak dan lain-lain. Nah dengan konteks ada CC/LC ini sama dengan ketika keluar rumah, jajannya itu beli cireng atau telur gulung. Ibaratnya jajan ini tidak kenyang, tetapi cukup untuk cemal-cemil dan lumayan enak,” seru Mbak Nining Psikolog, sapaan akrabnya.

Baca juga: Euforia Pemilu, Dari Bilik TPS Berlanjut Bilik Hotel

Mbak Nining menjelaskan, hal ini adalah sebuah perilaku baru dalam dunia perilaku seks. Apabila ditelusuri, pelaku lebih memilih ‘jajan’ seperti ini, karena ingin mencari sensasi yang berbeda.

Menurutnya, sebenarnya masih ada pilihan lain seperti ST (Sh*rt Ti*e) dengan tetap terjadi penetrasi atau coitus. Cara ini lebih dipilih oleh anak muda, sementara yang berusia paruh baya lebih memilih untuk ‘jajan’ sebenarnya.

“Karena kan ada beberapa batasan, boleh sampai diapain atau hanya boleh sampai di-apa-gitu-kan,” ungkapnya.

Penulis beberapa buku seputar Psikologi itu menerangkan, adanya ‘jualan’ CC atau LC itu, bukan berarti bisa benar-benar aman atau clean. Perilaku itu tetap akan mengandung sebuah risiko tertular atau terinfeksi menular seksual dan beresiko terkena penyakit yang lain, seperti hepatitis atau HIV. Penyakit menular seksual juga akan lebih beresiko disaat ada luka yang menjadi penyebab timbulnya penyakit.

“Meskipun ibaratnya hanya ‘jajan’ setengah saja dari normatifnya dan tidak membuat ‘kenyang’. Namun tetap saja berisiko tertular penyakit,” imbuhnya.

Baca juga: Mudahkan Keuangan Pendidikan, BNI Syariah Sosialisasi Platform Sekolah Pintar

Sebelumnya, dalam liputan khusus tim SERU.co.id, diungkap sebuah fenomena salah seorang ‘oknum’ mahasiswa yang mendapat pekerjaan tambahan sebagai relawan hitung cepat atau quick count. Setelah menyelesaikan tugasnya antar kota Malang-Pasuruan, dirinya memanfaatkan hasil keringatnya. Dengan mencari kepuasan seksual melalui aplikasi hijau untuk memperoleh layanan plus plus. (dik/rhd)

disclaimer

Pos terkait