Shanata Adinia
Fakultas Hukum – Universitas Muhammadiyah Malang
Pelecehan seksual adalah segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi seksual yang dilakukan secara sepihak dan tidak dikehendaki oleh korbannya. Bentuk pelecehan seksual dapat berupa tindakan, tulisan, dan ucapan.
Dimana hal yang berkonotasi seksual dapat mengandung adanya pemaksaan kehendak secara sepihak oleh pelaku. Pelecehan seksual sendiri dianggap sebagai kejahatan terhadap martabat manusia. Pelaku pelecehan seksual melakukan itu tentunya hanya untuk memuaskan dirinya semata, tidak memikirkan dampak yang terjadi setelahnya kepada korban pelecehan. Misalnya adalah ketika pelaku melakukannya tidak sampai memperkosa si korban, maka hal itu akan dianggap tidak berat tindakannya oleh pelaku dan kebanyakan di masyarakat kita, justru korbanlah yang menanggung sanksi sosialnya. Karena kita tahu bahwa kejadian itu merupakan paksaan tentunya dari pelaku dan terkadang terdapat ancaman-ancaman yang diberikan oleh pelaku kepada korban, hal ini lah yang membuat korban merasa terintimidasi kemudian merasa tidak mempunyai hak untuk bersuara, padahal sebetulnya hak korban untuk tidak mendapat pelecehan seksual lah yang diambil oleh pelaku dengan tanpa permisi.
Kasus pelecehan seksual tidak bisa dianggap ringan, ini merupakan kasus yang marak terjadi di negara kita. Hal tersebut terjadi bisa saja karena pelaku yang merasa memiliki kuasa atau jabatan sehingga leluasa melakukannya, atau memang dilakukan oleh pelaku yang kurang edukasi. Perlu ketegasan aparat hukum terkait kasus seperti ini, masyarakat tahu betul kalau kasus pelecehan seksual seperti ini seringkali mengalami penyelesaian yang tidak memuaskan pihak korban dan keluarga.
Hal tersebut membuktikan bahwa kebijakan pemerintah dalam menangani isu kekerasan seksual terutama dalam hal perlindungan hukumnya di Indonesia masih lemah. Jika dilihat dari sisi hukum yang berlaku saat ini, esensi hukum terhadap kekerasan seksual memang sudah ada. Namun secara substansi, hukum yang telah ada masih terbatas dan diatur dalam beberapa peraturan yang terpisah. Hukum materiil terkait kekerasan seksual secara umum sudah diatur dalam Bab XIV KUHP terkait kejahatan kesusilaan. Namun kebijakan tersebut belum cukup menjadi payung hukum bagi para korban karena masih banyak bentuk kekerasan seksual yang tidak diatur di dalamnya. Selain itu, belum diatur pula hak korban untuk mendapatkan fasilitas pemulihan atas penyembuhan traumanya. terkadang keadilan yang kurang memihak pada korban. Hambatan yang sering ditemui korban antara lain terkait peraturan perundang-undangan yang belum cukup melindungi, cara kerja aparat penegak hukum yang kurang responsif, sistem hukum pidana yang tidak menyatu dengan pemulihan korban, bahkan adanya budaya mempersalahkan korban sehingga membuat korban merasa takut dan malu untuk melaporkan.
Pemerintah dan masyarakat diharapkan lebih bersatu padu dalam memerangi masalah kekerasan seksual ini.
Baca juga:
- Citilink Garuda dan Lion Air Beri Diskon Tiket Pesawat hingga 31 Juli 2025
- Bahlil Lempar Bola dan Tuding Pihak Asing Terkait Polemik Tambang Raja Ampat
- Polinema Sembelih 7 Sapi dan 6 Kambing, Bagikan 600 Paket Daging Kurban
- Pusip Dukung Kejati Usut Tuntas Korupsi Dana Hibah SMK Di Jawa Timur
- Babinsa Kedungkandang Bersama Warga Sawojajar Menyembelih Hewan Kurban