Selain itu, complacency pada otomatisasi dan confirmation bias kemungkinan menyebabkan kurangnya monitoring sehingga pilot tidak menyadari adanya asimetri dan penyimpangan arah penerbangan.
Nurcahyo menjelaskan, pesawat berbelok ke kiri dari arah yang seharusnya yaitu ke kanan. Sedangkan, kemudi miring ke kanan dan kurang monitoring mungkin telah menyebabkan asumsi bahwa pesawat berbelok ke kanan sehingga tindakan pemulihan tidak sesuai.
“Keenam, belum adanya aturan dan panduan tentang Upset Prevention and Recovery Training (UPRT) memengaruhi proses pelatihan oleh maskapai untuk menjamin kemampuan dan pengetahuan pilot dalam mencegah dan memulihkan kondisi upset secara efektif dan tepat waktu,” kata Nurcahyo.
KNKT memberikan tiga rekomendasi keselamatan untuk Sriwijaya Air, yaitu sebagai berikut.
- Sriwijaya Air perlu berkonsultasi dengan DJPU sebelum melakukan perubahan prosedur terbang. Kemudian meminta No Technical Objection (NTO) dari pabrikan pesawat udara sebelum melakukan perubahan prosedur terbang yang sudah disiapkan di buku panduan.
- Sriwijaya Air meningkatkan jumlah pengunduhan data dalam Flight Data Analysis Program (FDAP) untuk peningkatan pemantauan operasi penerbangan.
- Sriwijaya untuk menekankan pelaporan bahaya atau hazard kepada seluruh pegawai.
(hma/rhd)
Baca juga:
- Bupati Jember Sebut Koperasi Merah Putih Dukung Ekonomi Kerakyatan Entaskan Kemiskinan
- UMM Lepas 3.010 Mahasiswa KKN Berdampak dalam Ketahanan Pangan dan Pelestarian Lingkungan
- Dugaan Jual Beli Pj Kades di Pamekasan Jadi Atensi Serius KPK
- 80.000 Koperasi Merah Putih se-Indonesia Diluncurkan, Pemkot Malang Bangkitkan Potensi Ekonomi Berbasis Kelurahan
- Tom Lembong Ajukan Banding atas Vonis 4,5 Tahun Penjara Kasus Impor Gula