Malang, SERU.co.id – Cuaca ekstrim, membuat produksi ulat hongkong yang digeluti Eko Darmawan (35), bersama keluarganya warga Dusun Sidorukun, RT 24, RW 04, Clulmprit, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Malang mengalami penurunan hingga 30 persen.
Peternak ulat Hongkong Eko Darmawan mengatakan, karena cuaca dingin, hasil panen ulat yang dia budidayakan menurun hingga 30 persen. Dikarenakan ulat tidak bisa berubah menjadi larva, sehingga tidak bisa menghasilkan telur-telur lagi yang nantinya menjadi ulat kembali dan banyak yang mati.
“Kesulitan faktor cuaca soal cuaca berubah-berubah. Tidak bisa berkembang biak dengan baik, sehingga menyusut kurang lebih menyusut hingga 30 persen,” seru Eko Darmawan, Minggu (10/07/2022).
- Alfamart Gandeng Puskesmas Ardimulyo Layani Posyandu ILP dan Edukasi Balita hingga Lansia
- Tingkat Hunian Hotel Kota Malang Capai 47 Persen, Diyakini Melonjak Lewat Program 1.000 Event
- Diskopindag Kota Malang Tepis Isu 57 Koperasi Merah Putih Disusupi Pengurus Titipan
Lelaki yang kerap disapa Eko, tersebut mengaku dirinya menjalani usaha itu sejak dua tahun silam. Dalam satu bulan dia dapat memanen hingga empat kali, disaat cuaca mendukung hasil yang diperoleh mencapai 150 kilogram per panen. Namun saat musim dingin dirinya hanya memperoleh kurang lebih 100 kilogram.
Untuk saat ini, ulat-ulat itu dijual dengan harga Rp40 ribu, namun harga serangga tersebut berubah-rubah. Paling mahal Rp50 ribu dan pada masa krisis pandemi Covid-19, harga anjlok hingga Rp9-10 ribu saja per kilogram.
Tak hanya cuaca, budidaya ulat ini juga sangat berpengaruh pada pakan yang kini harga mengalami kenaikan. Dalam satu minggu dirinya menghabiskan 9-10 sak, satu sak polar berisi 50 kilogram dengan harga Rp260 ribu.
Beberapa faktor tersebut membuat beberapa peternak rumahan seperti Eko banyak yang gulung tikar.
