Malang, SERU.co.id – Ibarat pepatah ilmu padi, semakin tua semakin merunduk. Seperti pengalaman Prof Dr Ir Sutanto Hidayat, MT, dikukuhkan sebagai Profesor atau Guru Besar Bidang Ilmu Manajemen, pada usia 66 tahun. Menandai Pengukuhan Guru Besar Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang pertama di awal tahun 2022.
Mengusung pidato pengukuhan ‘Manajemen Pembangunan Infrastruktur Sebagai Penguat Kebijakan Publik Menuju Peningkatan Ekonomi yang Mapan’. Prof Dr Ir Sutanto Hidayat, MT, dikukuhkan oleh Rektor ITN Malang Prof DrEng Ir Abraham Lomi, MSEE, sekaligus sebagai Profesor ke-9 di ITN Malang.
“Di usianya yang cukup senior, yakni 66 tahun, Prof Sutanto tanpa kenal lelah untuk berjuang hingga berhasil meraih gelar Guru Besar. Ini situasi langka, apalagi adanya kebijakan pemerintah yang sangat luar biasa, untuk meraih gelar profesor bukan hal gampang. Selamat atas semangatnya yang bisa ditularkan kepada generasi muda,” seru Rektor ITN Malang Prof DrEng Ir Abraham Lomi, MSEE, Kamis (3/2/2022).
Prof Lomi, sapaan akrab Rektor ITN, mengapresiasi pengabdian panjang Prof Sutanto di ITN Malang hingga mencapai 46 tahun sebagai dosen. Rektor berharap, 42 dosen ITN yang telah doktor, agar segera melanjutkan segala prosesnya untuk mencapai gelar guru besar. Setidaknya ada 3 dosen yang berpeluang besar untuk segera menjadi Guru Besar dalam waktu dekat.
“Semoga junior yang lain dapat melakukan yang sama. Meskipun tidak mudah, namun saya optimis setiap dosen dapat mencapainya seperti apa yang dilakukan oleh Prof Sutanto. Kami sangat bangga, diusia ke-66 beliau sangat luar biasa bisa memberikan motivasi bagi generasi muda di ITN, supaya mereka segera menyusul,” imbuhnya.
Sebaliknya, Prof Sutanto Hidayat berpesan, kepada generasi muda, terutama dosen muda, untuk tidak meniru dirinya meraih guru besar di usia 66 tahun. Ia ingin dosen-dosen muda bisa meraih segera gelar guru besar pada usia ideal.
“Kalau semangatnya it’s okey lah ya tiru saya. Tapi kalau leletnya jangan, saya ini orangnya lelet. Jadi yang muda jangan lelet, lebih cepat lebih baik,” seru Prof Sutanto Hidayat.
Demikian halnya, pesan kepada pemerintahan di Malang Raya hendaknya terus berkarya dalam membangun infrastruktur untuk mendukung percepatan perekonomian. Jembatan dan jalur lintas di Malang Raya sebagian diwujudkan oleh Pemkot dan Pemkab dalam pembangunan jalan tol.
“Kami berharap terus ditingkatkan pembangunan bersinergi antara pusat dan daerah,” tegasnya.
Dalam secuil pidato pengukuhan, Prof Sutanto Hidayat mengatakan, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan sebagai bentuk kegiatannya dalam membangun kehidupan rakyatnya untuk lebih sejahtera. Baik itu bangunan ekonomi sebagai penopang kehidupan rakyat, serta bangunan demokrasi sebagai tiang yang memperkuat pemerintah itu sendiri.
Namun ada juga yang berpendapat demokrasi bersifat indirect impact terhadap pertumbuhan ekonomi. Demokrasi dianggap sebagai suatu metainstitution atau institusi induk yang dapat menciptakan iklim yang kondusif bagi tumbuhnya institusi-institusi lain yang berkualitas. Artinya efektif dan dengan tatakelola atau governance yang baik.
“Sikap suatu pemerintah dapat terlihat dari kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintahan tersebut, untuk mencapai kepentingan nasional negaranya. Kebijakan pembangunan ekonomi adalah salah satunya,” tutur Prof Sutanto Hidayat.

Meskipun demikian, fenomena pembangunan (ekonomi) di Indonesia tidak cukup dilakukan hanya dengan bersandar pada pendekatan ekonomi semata. Melainkan perlu berangkat dari pendekatan ekonomi politik (political economy approach). Bagaimana seharusnya pemerintah memposisikan dirinya sebagai penentu kebijakan (politik), namun tetap mempertimbangkan dinamika dan kebutuhan perekonomian di masyarakat.
Bagaimana pula relasi yang dibangun antara pemerintah dan swasta dalam proses pembangunan ekonomi. Berdasarkan hasil kajian dan laporan terbaru Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Bank Pembangunan Asia (ADB) dan Organisasi Buruh Internasional (ILO). Bertajuk ”Indonesia Critical Constraints”, ketersediaan dan kualitas infrastruktur menjadi salah satu dari tiga masalah yang harus segera dibenahi pemerintah.
“Perbaikan dan pembangunan akses terhadap pelayanan infrastruktur dasar adalah salah satu harapan yang berhak diperoleh masyarakat dan wajib diselenggarakan oleh pemerintah,” ungkapnya.
Masih tingginya peran pemerintah pusat dalam pembangunan infrastruktur di daerah memunculkan dua persoalan yang mendesak. Pertama, dominasi tersebut bisa jadi salah satu indikasi bahwa di era otonomi daerah seperti sekarang ini. Daerah masih belum memiliki kemandirian dalam menelurkan kebijakan berbasis potensi daerahnya masing-masing.
“Atau justru sebaliknya, pemerintah pusat masih enggan untuk memberikan peluang bagi daerah untuk berkembang secara mandiri,” timpalnya.
Kedua, masih adanya keraguan dari pihak swasta untuk berpartisipasi dan berinvestasi dalam pembangunan bidang infrastruktur. Pembangunan infrastruktur digalakkan di berbagai daerah, maka bukan tidak
mungkin gerbang perekonomian lambat laun akan terbuka lebar.
“Semakin baik keadaan infrastruktur suatu daerah, semakin baik pula pengaruhnya terhadap keadaan ekonomi. Jika memiliki infrastruktur yang bagus, bisa dipastikan sebuah daerah memiliki keadaan ekonomi yang kuat. Ini mengingat gerak laju dan pertumbuhan ekonomi suatu negara tidak dapat dipisahkan dari ketersediaan infrastruktur, seperti transportasi, telekomunikasi, sanitasi, dan energi,” tandasnya. (rhd)
Baca juga:
- Ribuan Warga Muhammadiyah Sholat Idul Adha di Stadion Brantas di Kota Batu
- Indonesia Bungkam China 1-0 di GBK, Jaga Asa Lolos ke Babak Keempat
- Dokter AY Segera Jalani Pemeriksaan sebagai Tersangka Kasus Pelecehan Seksual
- Wali Kota Batu dan Ketua TP PKK Takziah ke Kediaman Adelia Savitri Beri Bantuan Beasiswa Kuliah
- Wali Kota Batu Lantik Dewas & Direksi Perumdam Among Tirto Masa Bhakti 2025-2030