Cukai Rokok Naik, Ini Alasan Menkeu Sri Mulyani

Rokok. (ist) - Cukai Rokok Naik, Ini Alasan Menkeu Sri Mulyani
Rokok. (ist)

Jakarta, SERU.co.id – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) resmi menaikkan Cukai Hasil Tembakau (CHT) untuk tahun 2022. Kebijakan ini diambil berdasarkan pertimbangan pengendalian konsumsi rokok, tenaga kerja, penerimaan negara, dan pengawasan barang ilegal.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, kualitas modal manusia Indonesia seperti Human Capital Index (HCI), yang meliputi kesehatan harus ditingkatkan. Salah satunya adalah dengan penguatan kualitas lewat berbagai instrumen kebijakan.

Bacaan Lainnya

Ia mengatakan, alokasi belanja kesehatan telah dinaikkan menjadi minimal 5% dari total belanja pemerintah di APBN. Hal itu meliputi pencegahan, pengobatan, dan peningkatan kualitas dan kapasitas fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan.

“Menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2018, 9 dari 100 anak di Indonesia masih merokok. Jumlah ini termasuk yang tertinggi di Kawasan Asia. Berbagai riset dan kajian telah membuktikan berbagai kerugian yang timbul akibat tingginya konsumsi rokok,” kata Sri Mulyani, Senin (13/12/2021).

Faktor lainnya adalah rokok dapat memperburuk taraf sosial-ekonomi keluarga Indonesia. Berdasarkan hasil survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada Maret 2021, rokok menjadi pengeluaran kedua tertinggi masyarakat miskin di perkotaan dan pedesaan. Bahkan, pengeluaran rokok lebih tinggi dibandingkan pengeluaran protein seperti daging dan telur.

Konsumsi rokok dapat berdampak pula pada perekonomian dan keuangan negara. Selain kerugian jangka panjang, rokok bisa meningkatkan biaya kesehatan. Pada 2021, BPJS Kesehatan menanggung biaya Rp10,5 – 15,6 triliun untuk perawatan akibat rokok.

Pemerintah berkomitmen untuk menekan angka konsumsi rokok, khususnya bagi anak-anak. Targetnya, prevalensi merokok anak usia 1-18 tahun turun menjadi minimal 8,7% di tahun 2024.

Kendati demikian, target tersebut tidak dapat terpenuhi tanpa adanya dukungan dari berbagai pihak. Kebijakan ini diharapkan dapat menjadi pemicu turunnya konsumsi rokok di Indonesia. Namun, dukungan dari faktor-faktor non-harga seperti keluarga, iklan, promosi, dan akses pembelian rokok juga diperlukan. (hma/rhd)


Baca juga:

Pos terkait