Kota Malang, SERU – Usai hampir sepekan mahasiswa turun ke jalan, kali ini giliran puluhan jurnalis se-Malang Raya turun ke jalan, di depan Gedung DPRD Kota Malang, Jumat (27/9/2019) usai sholat Jumat. Massa menuntut pengusutan pelaku kekerasan pada jurnalis pada aksi demonstrasi yang terjadi belakangan ini di seluruh daerah. Nampak beberapa poster bertuliskan “Jangan Hapus Foto Kami” , “Stop Kriminalisasi Jurnalis”, “Tolak RUU KUHP” dan lainnya, diusung para jurnalis dalam aksinya.
Mengatasnamakan Gerakan Solidaritas untuk Keselamatan Jurnalis, koordinator aksi, M Zainuddin menjelaskan, aksi demonstrasi mahasiswa di berbagai daerah disambut aksi represi aparat kepolisian. Beragam kekerasan dilakukan untuk menghalau dan memukul mundur para aktivis yang menyuarakan beragam tuntutan. “Sikap represi polisi tak berhenti pada demonstran saja, namun juga menyasar jurnalis yang sedang bekerja. Sejumlah jurnalis di berbagai daerah dilaporkan juga terluka,” serunya, disela aksi solidaritas.


Tercatat ada 10 jurnalis dari 10 media berbeda yang mengalami bentuk kekerasan yang beragam, di Jakarta, Makassar, dan Jayapura. Ada yang diintimidasi, dirampas alat kerja, hingga mendapat kekerasan fisik. Terbaru, jurnalis pendiri Watchdog, Dandhy Dwi Laksono, ditangkap dan disangka menyebarkan kebencian, serta dijerat pasal karet UU ITE. Disusul Ananda Badudu, penggalang dana untuk membantu mahasiswa yang menggelar aksi di Jakarta juga ditangkap polisi. “Tindakan ini sudah jelas melanggar hak berekpresi dan menyampaikan pendapat warga yang dijamin undang-undang. Pemerintah terkesan antikritik,” jelas Editor Harian Surya Malang ini.
Disebutkan, setiap jurnalis memiliki hak untuk mencari, menerima, mengelola, dan menyampaikan informasi, sebagaimana dijamin dalam Pasal 4 ayat (3) UU RI No 40 Tahun 1999 tentang Pers. Khususnya terkait peliputan yang menyangkut kepentingan umum sebagai bentuk kontrol publik. Sehingga, kekerasan oleh polisi pada jurnalis bisa disangkakan tindakan pidana, sebagaimana UU Nomor 40 tentang Pers, pasal 18 ayat 1 disebutkan, setiap orang yang melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi kerja pers, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda sebanyak Rp 500 juta.
Gerakan Solidaritas untuk Keselamatan Jurnalis, menyatakan sikap. Diantaranya, Mendesak kepolisian mengusut tuntas kasus kekerasan terhadap jurnalis yang melibatkan anggotanya dan massa aksi di berbagai daerah; Mendesak kepolisian menghentikan segala bentuk represi yang mengancam kerja jurnalis, serta mendukung kebebasan berpendapat dan berkespresi yang dilakukan masyarakat; Menuntut kepolisian menghukum anggotanya yang terlibat kekerasan kepada jurnalis, dan penanganan kasusnya dibuka untuk publik; Menuntut kepolisian melucuti senjata para anggotanya yang bertugas menghalau massa, dan menghentikan semua upaya sweeping kepada peserta aksi maupun jurnalis yang sedang bertugas.
Selanjutnya, Menuntut kepolisian membebaskan Dandhy Dwi Laksono dan Ananda Badudu dari sangkaan pasal karet UU ITE; Menuntut kepolisian menghentikan penangkapan-penangkapan aktivis yang melakukan kritik dan menyuarakan kepentingan publik; Mengimbau masyarakat agar tidak melakukan kekerasan terhadap jurnalis saat sedang meliput. Jurnalis dalam menjalankan tugasnya dilindungi UU Pers; Mengimbau perusahaan media untuk memberikan alat pelindung diri kepada jurnalis mereka yang meliput aksi massa yang berpotensi terjadi kericuhan; serta Mendesak Dewan Pers membentuk Satgas Anti Kekerasan guna menuntaskan kasus kekerasan yang terjadi sepanjang aksi penolakan RKUHP dan Revisi UU KPK di berbagai daerah.
Dalam aksi solidaritas para jurnalis di Malang Raya melibatkan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Malang, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Korda Malang Raya, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Malang, Pewarta Foto Indonesia (PFI) Malang, maupun jurnalis yang tidak tergabung dalam organisasi profesi. (rhd)