Mengapa KPU Merahasiakan 16 Dokumen Persyaratan Capres-Cawapres?

Mengapa KPU Merahasiakan 16 Dokumen Persyaratan Capres-Cawapres?
Gedung KPU RI. (ist)

Jakarta, SERU.co.id – Komisi Pemilihan Umum (KPU) resmi menetapkan 16 dokumen persyaratan calon presiden dan wakil presiden sebagai informasi publik yang dikecualikan. Keputusan tersebut tertuang dalam Keputusan KPU Nomor 731 Tahun 2025, termasuk fotokopi ijazah. Keputusan ini menimbulkan polemik karena dinilai mengurangi transparansi.

Dalam beleid itu, terdapat 16 jenis dokumen yang tidak bisa diakses publik. Salah satunya fotokopi ijazah atau surat tanda tamat belajar milik Capres dan Cawapres. KPU beralasan, keputusan ini sudah melalui proses uji konsekuensi sebagaimana diatur dalam Pasal 19 UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Bacaan Lainnya

“Dalam menetapkan informasi sebagaimana dalam Keputusan KPU 731/2025, KPU telah melakukan uji konsekuensi. Sebagaimana juga yang diperintahkan dalam Pasal 19 UU 14/2008,” seru Ketua KPU Mochammad Afifuddin, dikutip dari SindoNews, Senin (15/9/2025).

Afif menambahkan, Keputusan 731/2025 juga mengacu pada Pasal 27 ayat (1) PKPU 22/2023 tentang Pengelolaan dan Pelayanan Informasi Publik yang kemudian diubah menjadi PKPU 11/2024. Berdasarkan aturan ini, dokumen yang dirahasiakan berlaku hingga lima tahun. Kecuali pemilik dokumen memberikan persetujuan tertulis atau pengungkapan berkaitan dengan jabatan publik.

Menanggapi keputusan tersebut, Wakil Menteri Sekretaris Negara (Wamensesneg), Juri Ardiantoro menegaskan, pemerintah tidak bisa mencampuri kewenangan KPU.

“KPU itu lembaga independen, nggak bisa dipengaruhi eksekutif. Kami menghormati,” ujar Juri.

Namun, sikap berbeda disampaikan Wakil Ketua Komisi II DPR, Dede Yusuf Macan. Ia menilai, dokumen capres-cawapres seharusnya transparan dan bisa diakses masyarakat.

“Setiap calon pejabat publik, baik DPR, menteri, presiden, itu data yang harus bisa dilihat semua orang. Orang melamar kerjaan saja pakai CV, apalagi ini melamar jadi pemimpin,” kata politisi Partai Demokrat itu.

Dede juga menegaskan, Komisi II DPR akan memanggil KPU. Terutama untuk meminta penjelasan lebih detail terkait alasan pembatasan akses dokumen ini. Menurutnya, ketentuan tersebut bisa saja diubah melalui revisi Undang-Undang Pemilu.

“Kalau publik tidak bisa mengakses data-data dasar, bagaimana bisa tahu siapa sebenarnya calon pemimpin mereka?,” tegas Dede, dilansir Kompascom. (aan/mzm)

disclaimer

Pos terkait