KPK Segera Tetapkan Tersangka Kasus Dugaan Korupsi Kuota Haji 2023–2024

KPK Segera Tetapkan Tersangka Kasus Dugaan Korupsi Kuota Haji 2023–2024
Gedung KPK. (ist)

Jakarta, SERU.co.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan segera menetapkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembagian kuota haji Tahun 2023–2024 di Kementerian Agama. Sejauh ini, KPK telah memeriksa sejumlah saksi, dari pejabat Kemenag, ustaz Khalid Basalamah, hingga menjadikan SK Menteri sebagai alat bukti kunci. Kasus ini ditaksir menimbulkan potensi kerugian negara mencapai Rp1 triliun.

Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu memastikan, proses penetapan tersangka tidak akan lama lagi.

Bacaan Lainnya

“Kapan ini ditetapkan tersangkanya? Dalam waktu dekat, pokoknya dalam waktu dekat. Nanti dikabari ya, pasti dilakukan konferensi pers,” seru Asep di Jakarta, dikutip dari detikcom, Kamis (11/9/2025).

Asep menjelaskan, hasil penyidikan menemukan praktik jual beli kuota haji khusus dengan harga mencapai Rp300–Rp400 juta per orang. Tarif tersebut dipengaruhi lamanya antrean keberangkatan.

“Semakin tinggi harga yang dibayar masyarakat, maka semakin cepat untuk berangkat,” jelasnya.

Dari hasil pemeriksaan, transaksi jual beli kuota haji membutuhkan biaya antara US$2.600 hingga US$7.000. Sejumlah pejabat Kementerian Agama diduga ikut menerima aliran dana dari praktik tersebut.

Hari ini, Kamis (11/9/2025), KPK memeriksa Kepala Pusat Data dan Teknologi Informasi (Kapusdatin) Badan Penyelenggara Haji, Moh Hasan Afandi, sebagai saksi. Selain itu, ustaz Khalid Basalamah juga sudah dimintai keterangan karena mengaku menjadi korban salah satu travel penyedia kuota haji.

Skandal ini berawal dari tambahan kuota haji sebanyak 20.000 yang diterima Indonesia. Kuota tersebut dibagi 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus. Melalui Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 130 Tahun 2024 yang diteken eks Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.

Padahal, Undang-Undang mengatur proporsi 92 persen untuk reguler dan hanya 8 persen untuk khusus.

“Artinya, 50 persen–50 persen itu menyalahi undang-undang yang berlaku. Tapi ini dibuat SK-nya,” tegas Asep. (aan/mzm)

Pos terkait