Bukittinggi, SERU.co.id – Di sebuah rumah sederhana di pinggiran Bukittinggi, seorang ayah bernama Pananuhon merapikan tumpukan pakaian bekas yang dijajakan di Pasar Wisata. Di tengah keterbatasan penghasilan yang hanya sekitar Rp8 juta setahun, ia menyimpan satu harapan besar yang kini mekar. Anaknya, Nauli Al Ghifari (18), resmi diterima di Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan (FTTM) Institut Teknologi Bandung (ITB).
Wakil Kepala Sekolah SMAN 1 Bukittinggi, Azmiarni menuturkan, Nauli bukan anak biasa. Ia pelajar pendiam yang punya segudang prestasi Olimpiade Sains Nasional. Tak hanya piawai dalam satu mata pelajaran, Nauli adalah tipe murid yang menguasai semuanya.
“Kemampuan, daya juang dan fokusnya selalu konsisten untuk setiap pelajaran,” seru Azmiarni.
Nauli bukan sendiri. Bersamanya ada Devit Febriansyah (18), teman satu sekolah yang kini juga akan menempuh pendidikan tinggi di Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI-ITB). Devit berasal dari Malalak, sebuah kecamatan kecil di Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Kini, nama Devit terukir sebagai satu-satunya wakil Malalak yang lolos Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP) tahun ini.
Saat ini, Devit tinggal di rumah orang lain. Ayahnya hanyalah seorang kuli angkut kayu manis, sedangkan ibunya tukang sisir kulit kayu. Penghasilan mereka tidak menentu, tapi tekad Devit kuat mengukir cita-cita besar dan mengangkat derajat orang tuanya dengan ilmu.
Dan harapan itu tidak lahir sendirian. Warga sekampung, bahkan dengan sukarela, bergotong royong membantu keberangkatan Devit ke Bandung. Ada yang menyumbang Rp50 ribu, ada yang jutaan rupiah. Semua menyatu dalam semangat kolektif mendorong anak kampung mereka meraih masa depan lebih baik.
Sementara itu, di Padang, Deka Fakira Berna dari SMAN 1 Padang juga sedang bersiap. Ia diterima di Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara (FTMD) ITB. Seperti Nauli dan Devit, Deka juga menerima beasiswa KIP-Kuliah,
Mengetahui kisah tersebut, Rektor ITB, Prof Dr Ir Tatacipta Dirgantara MT datang langsung ke Sumatera Barat. Ia membawa pelukan moral, membawa pesan bahwa kampus hebat bukan hanya untuk yang beruang, tetapi juga untuk yang berjuang.
“Saya terharu setelah mendengar langsung kisah Devit, Nauli dan Deka. Di kampus nanti kalian akan bertemu banyak mahasiswa hebat. Harus tetap berusaha yang terbaik dan jangan putus asa,” ujar Prof. Tata, dikutip dari website resmi ITB, Rabu (11/6/2025).
Kunjungan itu tak hanya sekadar simbolis. ITB bersama PT Paragon Technology and Innovation memberikan masing-masing satu unit laptop dan uang Rp5 juta kepada Nauli dan Devit sebagai bekal awal berangkat ke Bandung.
“Ini bukan soal bantuan semata, tapi tentang keberpihakan pada mimpi,” imbuhnya. (aan/mzm)