UB Kukuhkan Lima Profesor Baru Lintas Bidang Ilmu

UB Kukuhkan Lima Profesor Baru Lintas Bidang Ilmu
Sidang Terbuka Senat Akademik UB Pengukuhan 5 Profesor. (ist)

Malang, SERU.co.id – Universitas Brawijaya (UB) kembali mengukuhkan lima Profesor baru lintas bidang keahlian di Gedung Samantha Krida, Rabu (28/5/2025).

Kelima Profesor baru tersebut, diantaranya:

  • Prof. Dwi Budi Santoso SE MS PhD dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB);
  • Prof. Nia Kurniawan SSi MP DSc dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA);
  • Prof. DrEng Masruroh SSi MSi dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA);
  • Prof. Dr Ir Daduk Setyohadi MP dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK);
  • Prof. Dr Ir Gatut Bintoro MSc dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK).

 

Bacaan Lainnya

Prof. Dwi Budi Santoso SE MS PhD

Prof. Dwi Budi Santoso SE MS PhD dikukuhkan sebagai profesor dalam bidang Ekonomi Regional, pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB). Prof. Dwi Budi menjadi profesor aktif ke-30 di FEB, profesor aktif ke-251 di UB. Serta profesor ke-429 dari seluruh profesor yang telah dihasilkan UB.

Prof. Dwi Budi Santoso mengusung pidato pengukuhan berjudul “Pengembangan model pemetaan Klub Konvergensi Ganda”. Menurutnya, berdasarkan RPJPN 2025–2045, Indonesia memiliki target pertumbuhan pendapatan per kapita rata-rata 9 persen/tahun untuk mencapai 23 hingga 30,3 ribu USD di akhir tahun 2045. Target pertumbuhan ekonomi nasional yang begitu tinggi tentu berimbas pada tingginya target pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur.

Prof. Dwi Budi mengembangkan, model pemetaan Klub Konvergensi Ganda (KKnDa) yang diharapkan dapat memberikan informasi yang komprehensif bagi perencana daerah. Dalam menyusun kebijakan percepatan pertumbuhan ekonomi berdasarkan karakteristik dinamika pendapatan dan investasi per kapita.

“Selain dapat digunakan untuk mendesain percepatan pertumbuhan ekonomi. Model pemetaan ini mampu digunakan untuk penyusunan kebijakan penurunan tingkat ketimpangan ekonomi antardaerah,” seru Prof Dwi Budi.

Berbeda dengan model pemetaan klub konvergensi dengan indikator tunggal, model pemetaan KKnDa mampu memberikan hasil analisis yang lebih baik dan lengkap. Khususnya untuk penyusunan kebijakan ekonomi regional.

Dijelaskannya, kemampuan model ini berupa:

  1. Mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan juga investasi. Peningkatan inovasi daerah, misalnya, dapat dengan cepat diketahui dampaknya pada pertumbuhan ekonomi, ketika inovasi tersebut terjadi pada peningkatan produktivitas.
  2. Mengidentifikasi seberapa besar tingkat ketimpangan pendapatan antardaerah, walaupun dalam bentuk narasi besar dan kecil, bukan dalam skala rasio ataupun interval.
  3. Memprediksi arah pertumbuhan ekonomi daerah dan juga potensi kesenjangan pendapatan per kapita antar daerah.

 

Prof. Nia Kurniawan SSi MP DSc

Prof. Nia Kurniawan SSi MP DSc dikukuhkan sebagai profesor dalam bidang Taksonomi Vertebrata pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA). Prof. Nia Kurniawan merupakan profesor aktif ke-33 di Fakultas MIPA, profesor aktif ke-252 di UB. Serta menjadi profesor ke-430 dari seluruh profesor yang telah dihasilkan UB.

Prof Dwi Budi Santoso, Prof Nia Kurniawan dan Prof Masruroh. (rhd)

Prof. Nia Kurniawan SSi MP DSc mengusung pidato pengukuhan berjudul: “Kembangkan Model TAXVERTREE untuk Taksonomi Vertebrata.” Menurutnya, Indonesia diakui sebagai gugusan kepulauan dengan keanekaragaman hewan vertebrata endemik terbesar kedua setelah wilayah Pegunungan Andes dan Mesoamerika. Namun pada kenyataannya, terdapat ancaman kepunahan terhadap vertebrata endemik yang semakin meningkat.

“Taksonomi vertebrata menjadi kunci yang sangat krusial untuk identifikasi, klasifikasi dan dokumentasi spesies guna mendukung upaya konservasi yang efektif dan berkelanjutan. Taksonomi vertebrata dapat diaplikasikan sebagai penentuan arah kebijakan dalam perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan hewan vertebrata secara berkelanjutan,” ucap Prof Nia, sapaannya.

Prof. Nia mengembangkan, model TAXVERTREE menawarkan keunggulan sebagai pendekatan integratif yang menggabungkan identifikasi morfologi, verifikasi genetik, dan analisis evolusioner melalui pohon filogenetik. Model ini meningkatkan akurasi klasifikasi spesies, mendeteksi spesies kembar, serta membantu menetapkan prioritas konservasi berdasarkan kedekatan evolusioner.

“Selain itu, pendekatan ini mengurangi kesalahan identifikasi dan memperkuat validitas ilmiah melalui data objektif,” tandasnya.

 

Prof DrEng Masruroh SSi MSi

Prof DrEng Masruroh SSi MSi dikukuhkan sebagai profesor dalam bidang Ilmu Material dan Permukaan pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA). Prof Masruroh merupakan profesor aktif ke-31 di FMIPA, profesor aktif ke-255 di UB. Serta menjadi profesor ke-433 dari seluruh profesor yang telah dihasilkan oleh UB.

Dalam pidato pengukuhannya, Prof Masruroh mengusung pidato berjudul: “Teknologi Lapisan Tipis”. Menurutnya, teknologi lapisan tipis memiliki aplikasi yang luas dalam bidang kesehatan dan lingkungan.

“Dalam bidang ini, lapisan tipis digunakan untuk sensor diagnosis bioaerosol. Seperti sel bakteri dan fragmen seluler, spora dan hifa jamur, virus, gas berbahaya, dan senyawa organik volatile (VOC),” beber Prof Masruroh.

Lapisan tipis memainkan peran penting dalam teknologi pengembangan sensor, karena memungkinkan pembuatan sensor yang kecil, sensitif, dan memiliki fleksibilitas. Yaitu kemampuan adaptasi terhadap berbagai substrat dan permukaan yang berbeda.

“Teknologi ini merupakan konsep baru untuk menggantikan lapisan tebal yang terbukti kurang fleksibel. Lapisan tipis seperti nanopartikel TiO₂ dan rGO telah diaplikasikan baik pada sensor QCM maupun SPR,” terangnya.

Efisiensi dan kinerja pada teknologi lapisan tipis memungkinkan penggunaan material yang lebih sedikit, tanpa mengurangi sifat material. Dan memberikan sifat-sifat baru yang tidak ditemukan dalam lapisan tebal.

Teknologi lapisan tipis mempunyai fleksibilitas penerapan pada berbagai substrat dan bahan, serta dapat diadaptasi dengan lingkungan yang berbeda. Termasuk lingkungan gas dan cairan, yang dapat dicapai dengan mengontrol sifat permukaan material dan struktur mikro. Dimana mempengaruhi sifat mekanis, kimia dan optik dari lapisan.

“Pada aplikasi sensor, lapisan tipis memungkinkan desain lapisan dengan sifat fungsional yang unik. Untuk meningkatkan interaksi antara material sensitif (lapisan matriks) dan materi target (analit),” tandasnya.

 

Prof Dr Ir Daduk Setyohadi MP

Prof Dr Ir Daduk Setyohadi MP. dikukuhkan sebagai profesor dalam bidang Ilmu Dinamika Populasi Ikan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK). Prof Daduk Setyohadi merupakan profesor aktif ke-27 di FPIK, profesor aktif ke-253 di UB. Serta menjadi profesor ke-431 dari seluruh profesor yang telah dihasilkan oleh UB.

Prof Dr Ir Daduk Setyohadi MP mengusung pidato pengukuhan berjudul: “Teknologi Sertifikasi Perikanan Lemuru Berkelanjutan Selat Bali (TSPLB-UB).” Menurutnya, Lemuru Selat Bali merupakan satu-satunya perwakilan perikanan spesies tunggal di Indonesia dengan Alat Penangkapan Ikan (API) spesifik purse seine.

“Sejak tahun 2010, tren penangkapan ikan lemuru menunjukkan penurunan tajam tanpa adanya pemulihan signifikan. Penurunan ini disebabkan oleh pola penangkapan nelayan yang berlebihan dan tidak selektif. Sebagian besar ikan Lemuru, termasuk yang belum dewasa ikut tertangkap sebelum sempat berkembang biak,” jelas Prof Daduk, sapaannya.

Melihat ancaman ini, Prof. Daduk Setyohadi mengembangkan pendekatan baru: Teknologi Sertifikasi Perikanan Lemuru Berkelanjutan Selat Bali (TSPLB-UB). Ini adalah sistem sertifikasi lokal yang dirancang agar lebih sederhana, terukur, dan cocok. Khususnya untuk kondisi Indonesia—tanpa harus menunggu rumitnya standar sertifikasi internasional.

“Teknologi sertifikasi ini memerlukan informasi enam indikator utama, namun sangat fokus pada kepastian terhadap tingkat keberlanjutan sumber daya yang akan disertifikasi. Dengan demikian proses sertifikasi bisa dilakukan lebih cepat dibandingkan dengan standar sertifikasi global lainnya,” terangnya.

Dengan kondisi data perikanan Indonesia yang tersedia saat ini, teknologi sertifikasi TSPLB-UB sangat memungkinkan untuk dikembangkan dan diaplikasikan pada perikanan tangkap di Indonesia. Teknologi ini bisa digunakan selanjutnya oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) dalam menyusun kerangka operasional sertifikasi perikanan tangkap.

Prof Daduk Setyohadi dan Prof Gatut Bintoro. (rhd)

 

Prof Dr Ir Gatut Bintoro MSc

Prof Dr Ir Gatut Bintoro MSc dikukuhkan sebagai profesor bidang Ilmu Manajemen Sumber Daya Perikanan Tangkap di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) UB. Prof Gatut merupakan profesor aktif ke-28 di FPIK, profesor aktif ke-254 di UB. Serta menjadi profesor ke-432 dari seluruh profesor yang telah dihasilkan oleh UB.

Dalam pidato pengukuhannya, Prof Gatut Bintoro mengangkat judul: “PREES-UB: Model Manajemen Sumber Daya Perikanan Tangkap Berkelanjutan Berbasis Ramah Ekologi, Ekonomi dan Sosial.” Menurutnya, PREES-UB hadir sebagai jawaban atas krisis sumber daya perikanan yang ditandai dengan overfishing. Serta praktik IUU (Illegal, Unreported, and Unregulated) fishing, dan degradasi habitat laut akibat perubahan iklim.

“Pengelolaan yang baik tidak hanya berorientasi pada hasil jangka pendek, tetapi juga mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap keberlanjutan sumber daya,” kata Prof. Gatut.

Model ini dirancang dengan pendekatan terpadu yang menggabungkan tiga pilar utama, di antaranya: konservasi ekosistem laut (ekologi), peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir (ekonomi), dan keterlibatan aktif komunitas lokal (sosial).

“Keberhasilan pengelolaan perikanan dalam model ini sangat bergantung pada keterlibatan masyarakat pesisir,” ujarnya, sembari menekankan pentingnya peran masyarakat lokal.

Model ini juga menekankan perlunya penguatan teknologi informasi, seperti digitalisasi pemantauan stok ikan dan sistem informasi spasial. Teknologi ini mendukung transparansi, akurasi data, serta efektivitas kebijakan pengelolaan di wilayah pesisir.

Pada aspek ekologi, Prof. Gatut menekankan, pentingnya Zona Perlindungan Laut (Marine Protected Areas/MPAs), pengaturan waktu penangkapan dan alat tangkap ramah lingkungan. Pendekatan-pendekatan ini diambil karena mengutamakan aspek keberlanjutan.

“Meskipun menawarkan solusi holistik, model ini diakui memiliki tantangan besar, khususnya dalam hal koordinasi lintas sektor antara pemerintah, ilmuwan, nelayan dan pemangku kepentingan industri. Keterbatasan data ilmiah, infrastruktur, dan resistensi terhadap regulasi juga sebagai hambatan implementatif,” tandasnya. (rhd)

 

 

Pos terkait