Jakarta, SERU.co.id – Delapan tuntutan dari Forum Purnawirawan TNI mengguncang panggung politik nasional. Salah satu poin paling kontroversial adalah desakan agar Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) mengganti Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Tuntutan tersebut pun menuai dukungan dan kecaman dari berbagai pihak.
Tuntutan itu tertuang dalam dokumen pernyataan sikap yang ditandatangani oleh 103 jenderal, 73 laksamana, 65 marsekal dan 91 kolonel. Nama-nama besar seperti mantan Wakil Panglima TNI Jenderal (Purn) Fachrul Razi, mantan KSAD Jenderal (Purn) Tyasno Soedarto dan mantan Wapres ke-6 RI Jenderal (Purn) Try Sutrisno turut menyokong sikap tersebut.
Salah satu yang mendukung tuntutan itu adalah kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mulyanto. Ia menyebut, dukungan terhadap delapan poin tuntutan itu sebagai bentuk membela tanah air.
“Kalau elu gaes? Mau nambahin atau bagaimana?,” seru Mulyanto.
Sementara itu, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menilai tuntutan itu tidak berdasar secara hukum dan bisa merusak demokrasi. Wakil Ketua Umum PSI, Andy Budiman menegaskan, Gibran adalah hasil pilihan sah lebih dari 96 juta pemilih pada Pemilu 2024.
“Menuntut penggantian Wapres tanpa dasar hukum yang jelas sama saja mencederai mandat rakyat. Ini bisa jadi preseden buruk bagi demokrasi ke depan,” tegas Andy, Minggu (20/4/2025).
Baca juga: Publik Kritik Menteri Laporan ke Jokowi di Solo Saat Prabowo Melawat ke Luar Negeri
Pakar hukum tata negara, Refly Harun menyatakan, setuju pada sebagian tuntutan. Termasuk desakan agar Presiden Prabowo Subianto melakukan reshuffle terhadap menteri-menteri yang masih terafiliasi kuat dengan Jokowi.
“Ada indikasi penyalahgunaan jabatan untuk kepentingan pribadi atau politik. Ini seharusnya jadi perhatian serius Presiden,” kata Refly, Jumat (18/4/2025).
Namun di sisi lain, pandangan berbeda disampaikan Feri Sibarani, praktisi hukum tata negara asal Riau dan Ketua Umum Perkumpulan Pers Daerah Seluruh Indonesia (PPDI). Ia menilai, pernyataan sikap Forum Purnawirawan TNI berpotensi melanggar hukum.
Baca juga: Usut Korupsi Iklan BJB, KPK Periksa Dua Pejabat dan Sita Motor Mewah Ridwan Kamil
“Analisa kami, ini propaganda berbahaya yang bisa dijerat pasal 160 KUHP tentang penghasutan. Bahkan pasal 207 dan 310 KUHP tentang penghinaan terhadap penguasa atau lembaga negara,” tegas Feri.
Feri menambahkan, desakan mencopot Wapres Gibran tidak memiliki dasar konstitusional.
“UUD 1945 sudah jelas dalam pasal 7A dan 7B. Presiden atau Wapres hanya bisa diberhentikan jika terbukti melakukan pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, atau tindak pidana berat lainnya. Apakah Gibran terbukti melakukan itu semua? Jika tidak, tuntutan itu nihil dalil hukum dan hanya memecah belah bangsa,” pungkasnya. (aan/mzm)