Jakarta, SERU.co.id – Kejaksaan Agung Republik Indonesia terus mendalami kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di lingkungan Kemendikbudristek periode 2019–2022. Nilai proyek pengadaan ini menyentuh Rp9,9 triliun skandal ini menyeret dua staf khusus (stafsus) mantan Menteri Nadiem Makarim berinisial FH dan JT, bahkan apartemennya digeledah penyidik pada 21 Mei 2025.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar menyebut, nilai proyek pengadaan laptop ini menyentuh angka fantastis, yakni Rp9,9 triliun. Namun proyek tersebut diduga sarat rekayasa dan pemufakatan jahat sejak tahap kajian teknis.
“Dari hasil penggeledahan di Apartemen Kuningan Place milik FH dan Ciputra World 2 milik JT di Jakarta Selatan, penyidik menyita sejumlah barang bukti elektronik. Antara lain laptop, ponsel, flashdisk, harddisk eksternal dan dokumen penting berupa 15 buku agenda. Barang-barang tersebut kini sedang dianalisis untuk mengungkap alur dugaan praktik korupsi,” seru Harli, dikutip dari Tempo, Selasa (27/5/2025).
Menurut Harli, pada tahun 2018–2019 sebenarnya telah dilakukan uji coba penggunaan Chromebook sebanyak 1.000 unit di beberapa daerah. Hasilnya menunjukkan banyak kendala. Terutama infrastruktur jaringan internet yang belum merata, sehingga Chromebook tidak cocok digunakan untuk pelaksanaan Asesmen Kompetensi Minimum (AKM).
Baca juga: Pemerintah Siapkan Enam Stimulus Utama Mulai 5 Juni Demi Genjot Pertumbuhan Ekonomi Nasional
Tim teknis pengadaan sempat merekomendasikan penggunaan laptop dengan OS Windows yang lebih kompatibel. Namun, rekomendasi ini diabaikan. Pihak Kemendikbudristek saat itu justru menyusun kajian baru yang mendukung penggunaan Chromebook. Membuka jalan bagi pengucuran anggaran jumbo senilai Rp3,5 triliun dari anggaran bantuan TIK dan Rp6,3 triliun dari Dana Alokasi Khusus (DAK).
“Penyidikan masih berlangsung dan membuka kemungkinan penetapan tersangka baru. Terhadap barang-barang penyitaan ini tentu akan dibuka, dibaca, dianalisis kaitan-kaitan yang berkaitan dengan peristiwa pidana ini,” tegas Harli. (aan/mzm)