Pakar UB Soroti Efek Domino hingga Peluang Kebijakan Tarif Trump untuk Indonesia

Pakar UB Soroti Efek Domino hingga Peluang Kebijakan Tarif Trump untuk Indonesia
Dosen Kebijakan Publik dan Pemerintahan FIA UB beberkan peluang kebijakan tarif Trump untuk Indonesia. (ist)

Malang, SERU.co.idAwal April 2025, Donald J Trump secara resmi memberlakukan tarif universal sebesar 10 persen terhadap seluruh barang asing dan tarif resiprokal khusus untuk negara-negara tertentu. Puncaknya, ia menetapkan tarif impor sebesar 145 persen terhadap produk asal China. Kebijakan ini sontak memantik reaksi keras dari berbagai pihak, termasuk pakar dari Universitas Brawijaya (UB) yang menyoroti efek domino hingga peluang untuk Indonesia.

Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (FEB UB), Dr rerpol Wildan Syafitri SE ME menilai, kebijakan Trump memiliki tujuan utama melindungi ekonomi domestik AS. Dengan mengurangi defisit neraca perdagangan dan neraca pembayaran terhadap China.

Bacaan Lainnya

“Namun, adanya spillover effect atau efek limpahan dari kebijakan ini. Terutama bagi negara-negara berkembang yang menjadi bagian dari rantai pasok global, seperti Indonesia. China bukan hanya eksportir, tapi juga pengimpor bahan baku dari negara lain, termasuk Indonesia. Jadi, jika ekspor mereka terganggu, dampaknya akan terasa di sini juga,” seru Wildan.

Lebih jauh, ia menilai, kebijakan ini kontradiktif terhadap prinsip perdagangan bebas (free trade).

“Konsep ekonomi global seharusnya bersandar pada daya saing produk, bukan manipulasi tarif. Seperti yang disinggung Bu Sri Mulyani, kebijakan semacam ini bahkan sulit dianalisis dengan pendekatan ekonomi rasional,” jelasnya.

Wildan juga memperingatkan, kemungkinan terjadinya Dead Weight Loss dan penurunan consumer surplus akibat naiknya harga barang. Serta menciptakan ketidakpastian politik yang bisa mengacaukan iklim investasi.

Baca juga: Universitas Brawijaya Jalin Kolaborasi Strategis dengan Yuanli Education China

Meski demikian, tak semua pihak melihat kebijakan Trump ini sebagai ancaman. Dosen Kebijakan Publik dan Pemerintahan FIA UB, Andhyka Muttaqin SAP MPA justru menilai, langkah AS dapat membuka peluang besar bagi Indonesia.

“Kebijakan tarif ini membuka potensi relokasi industri dari China ke negara lain. Indonesia bisa jadi magnet baru bagi Foreign Direct Investment (FDI). Terutama di sektor manufaktur berorientasi ekspor,” ungkapnya.

Menurut Andhyka, tekanan tarif yang menimpa produk China akan mendorong perusahaan multinasional mencari basis produksi baru. Di sinilah posisi strategis Indonesia bisa dimanfaatkan. Asal pemerintah sigap dengan diplomasi dagang dan reformasi kebijakan investasi.

Baca juga: 16 Peserta Difabel Akan Ikut UTBK 2025 di Universitas Brawijaya

“Saatnya Indonesia memperkuat posisinya dalam negosiasi dagang dan mendorong perluasan fasilitas GSP untuk produk strategis kita. Momentum seperti ini langka. Jika tidak dimanfaatkan, negara lain akan lebih dulu menyambut investor-investor yang meninggalkan China,” tambahnya.

Wildan menegaskan, Indonesia tidak bisa pasif dalam menghadapi dinamika global ini. Solusi strategis yang ditawarkan antara lain diversifikasi pasar ekspor, mendorong inovasi industri dan meningkatkan iklim bisnis domestik. Kemudian memperkuat konsumsi dalam negeri sebagai bantalan.

“Indonesia pascacovid sebenarnya dalam kondisi surplus. Tapi jika tidak hati-hati, guncangan eksternal seperti ini bisa menjungkirbalikkan stabilitas yang sudah dibangun,” pungkasnya. (afi/mzm)

Pos terkait