“Jika dibandingkan, saat banjir bandang 2006, luasan air di danau saat itu kurang lebih 1,5-1,6 hektare. Nah, untuk Danau Tunjung saat ini, luasannya tiga kali lipat. Ini sangat berpotensi bencana dan berbahaya,” ucapnya.
Dengan potensi bencana ini, lebih lanjut kata Cak Blendez, ia berharap adanya upaya mitigasi bencana.
“Terkait temuan ini, kami sudah menyampaikan laporan dan pembahasan mitigasi bencana dengan BPBD Jember dan BKSDA Jawa Timur. Karena wilayah Danau Tunjung ini masuk dalam wilayah konservasi yang dikelola oleh BKSDA. Kami juga berkoordinasi dengan DPRD Jember dan Polres Jember,” ucapnya.
Terkait mitigasi bencana ini, kata Cak Blendez, dirasa penting mengingat curah hujan tinggi di bulan Januari-Februari 2025 yang masih cukup tinggi.
“Juga terkait kondisi tanah atau konturnya yang saat ini selalu berubah,” katanya.
Cak Blendez juga menambahkan bahwa dari perhitungan matematis terkait dampak bencana yang mungkin terjadi, lokasi Danau Tunjung diketahui berjarak kurang lebih 15 km dari daerah pemukiman warga terdekat.
“Jika Danau Tunjung jebol, dengan kondisi kemiringan kurang lebih 40-45 derajat, dimungkinkan terjadi longsor yang membawa material, air, lumpur, batang kayu, dan pohon-pohon hingga sampai ke pemukiman warga terdekat dalam waktu antara 12-15 menit,” ujarnya.
Baca juga: Puluhan Emak-emak di Jember Demo, Suarakan Pro Kontra Truk ODOL yang Lewat Jalan Provinsi
Kondisi potensi bencana tersebut semakin besar, katanya, juga diperparah dengan adanya alih fungsi lahan di wilayah setempat.
“Saat ini sudah banyak tanaman kopi dibandingkan dengan tahun 2006 lalu. Maka dari itu, dibutuhkan mitigasi bencana ulang untuk meminimalisir terjadinya dampak bencana yang mungkin terjadi,” ucapnya.
“Dari temuan ini, dokumen foto dibantu anggota kami, Mas Hamdi atau Colmot, juga data lengkap untuk menjadi bahan kajian. Namun, kami tidak bisa memprediksi kapan potensi bencana banjir bandang dan longsor itu akan terjadi. Namun, mitigasi bencana dibutuhkan untuk dilakukan pembahasan bersama oleh tim-tim ahli dari stakeholder terkait. Sehingga perlu dilakukan mitigasi bencana lanjutan,” sambungnya menjelaskan.
Menanggapi temuan dan potensi bencana yang terjadi di Danau Tunjung, kelompok relawan bencana yang tergabung dalam Grup Relawan Warga Jember Peduli Bencana (WJPB) melakukan audiensi dengan Kapolres Jember dan anggota DPRD Jember di Ruang Rupatama Mapolres Jember.
Menanggapi hal ini, Anggota Komisi C DPRD Jember, David Handoko Seto, mengatakan bahwa dalam waktu dekat harus dilakukan perencanaan matang soal mitigasi bencana.
“Pegunungan Argopuro adalah salah satu kawasan penting di Jember. Selain menjadi daerah penyangga ekosistem, wilayah ini juga harus mendapatkan perhatian lebih karena risiko yang mengancam keselamatan warga,” kata David.
Untuk mitigasi bencana, kata legislator NasDem dan Ketua Relawan Baret NasDem ini, diawali dengan pemetaan risiko.
“Untuk secara detail mengetahui titik-titik rawan di sekitar Danau Tunjung, penguatan infrastruktur penahan banjir, dan normalisasi aliran air di kawasan rawan. Kemudian, peningkatan kesadaran warga sekitar untuk menghadapi potensi bencana melalui pelatihan tanggap darurat,” ulasnya.
“Juga koordinasi lintas sektor, memastikan semua pihak, termasuk TNI, BPBD, dan organisasi masyarakat, siap bekerja sama,” sambungnya.
Sementara itu, menurut Kapolres Jember, AKBP Bayu Pratama Gubunagi, dari temuan soal potensi bencana ini, pihaknya akan melakukan koordinasi lanjutan, terutama dengan jajaran Forkopimda Jember.
“Kami ingin memastikan bahwa seluruh elemen, baik kepolisian, pemerintah daerah, maupun masyarakat, dapat bersinergi untuk mencegah dampak buruk jika terjadi bencana,” ujar Bayu.
“Ini bukan hanya soal tanggung jawab pemerintah, tetapi tanggung jawab kita bersama. Dari hasil diskusi menanggapi temuan ini, diharapkan menjadi dasar dalam penyusunan kebijakan dan tindakan konkret untuk melindungi masyarakat Jember dari ancaman bencana alam,” imbuhnya. (amb/mzm)
View this post on Instagram