Jakarta, SERU.co.id – Insiden penembakan pekerja migran Indonesia (PMI) oleh Otoritas Maritim Malaysia di Perairan Tanjung Rhu, Selangor, Jumat (24/1/2025), menyoroti lemahnya tata kelola dan perlindungan bagi tenaga kerja Indonesia di luar negeri. Lima PMI menjadi korban dalam insiden tersebut, satu di antaranya, Basri (54), meninggal dunia. Jenazahnya telah dipulangkan ke rumah duka di Bengkalis, Riau, Rabu (29/1/2025).
Kementerian Luar Negeri RI melalui Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kuala Lumpur telah mendapatkan akses untuk mengunjungi empat korban selamat yang masih menjalani perawatan di rumah sakit Malaysia. Namun, pernyataan pihak Malaysia terkait kejadian ini menimbulkan tanda tanya besar.
Badan Penegakan Maritim Malaysia (MMEA) mengklaim, pihaknya menembak para PMI karena melakukan perlawanan dan mencoba menyerang petugas dengan parang.
“Tembakan dilepaskan sebagai bentuk pembelaan diri setelah kapal PMI menabrak kapal patroli mereka sebanyak empat kali,” seru Direktur Jenderal MMEA, Laksamana Datuk Mohd Rosli Abdullah.
Dia mengatakan, insiden tersebut terjadi pada dini hari pada 24 Januari ketika Pusat Operasi Maritim Selangor menerima peringatan deteksi dini dari Pusat Kontrol Wilayah (ACC) Klang. Terutama mengenai aktivitas mencurigakan di perairan dekat Pulau Carey.
Pihak keluarga almarhum Basri menyampaikan, terima kasih kepada pemerintah yang telah bergerak cepat memulangkan jenazah Basri.
“Saya dan keluarga tak bisa tidur sebelum jenazah korban dipulangkan. Kami terus mencari informasi untuk memastikan kapan jenazah korban dipulangkan. Alhamdulillah, kami bersyukur jenazah saudara kami dapat dipulangkan dengan cepat,” ucap Azra’i, adik sepupu korban.
Ketua Bidang Ketenagakerjaan DPP PKS, HM Martri Agoeng menilai, insiden ini menunjukkan masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan pemerintah. Terutama dalam memperkuat perlindungan bagi PMI.
“Diplomasi Indonesia harus lebih tajam untuk memastikan hak-hak dan keselamatan pekerja migran di luar negeri. Pemerintahan Presiden Prabowo,hususnya melalui Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia harus memperkuat perlindungan tenaga kerja Indonesia di luar negeri,” ujar Agoeng, Kamis (30/1/2025).
Ia juga menyoroti tingginya angka pekerja migran nonprosedural yang berisiko mengalami kekerasan, kriminalisasi dan eksploitasi. Agoeng mendesak pemerintah agar bersinergi dengan aparat penegak hukum untuk menindak tegas pengiriman pekerja migran ilegal yang menjadi celah perdagangan manusia.
“Tanpa sinergi antara aparat penegak hukum dan instansi terkait, pencegahan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) akan sulit diwujudkan,” tegasnya. (aan/mzm)